Senin, 21 Juni 2010

EPIDEMIOLOGI DM

EPIDEMIOLOGI DM DAN ISU MUTAKHIRNYA

PENDAHULUAN A. Latar belakangPenyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan peningkatan status kesehatan di suatu negara. Secara global WHO (World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang melatarbelakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM), sehingga kejadian penyakit tidak menular semakin bervariasi dalam transisi epidemiologi. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena prnyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi dan dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, samapai kemudian orang tersebut pergi ke dokter untuk memeriksakan kadar glukosa darahnya. Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM dan pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta orang. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan prevalensi 8,4% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional (www.depkes.go.id). Data Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dari berbagai penelitian epidemiologis sebagaimana diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perkeni dr Sidartawan Soegondo SpPD KE menunjukkan, sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun adalah 1,5-2,3%. Penelitian tahun 1991 di kota Surabaya mendapatkan prevalensi 1,43% pada penduduk di atas 20 tahun. Di pedesaan Jawa Timur tahun 1989, prevalensinya 1,47%. Hasil penelitian di Jakarta menunjukkan adanya peningkatan prevalensi diabetes dari 1,7% (1982) menjadi 5,7% (1993). Sementara di Depok dan Jakarta, tahun 2001 angkanya 12,8%. Prevalensi diabetes di Makassar meningkat dari 1,5% (1981) menjadi 2,9% (1998). Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah distribusi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?2. Bagaimanakah frekuensi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?3. Bagaimanakah determinan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?4. Program apakah yang diterapkan dalam menanggulangi masalah penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia?5. Apa isu mutakhir tentang penyakit Diabetes Mellitus?Tujuan Penulisan1. Tujuan umumUntuk mengetahui gambaran epidemiologi, program penanggulangan, dan isu terbaru tentang penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.2. Tujuan khususa. Untuk mengetahui distribusi penyaka.b. Untuk mengetahui frekuensi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.c. Untuk mengetahui determinan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.d. Untuk mengetahui program yang diterapkan dalam menanggulangi penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia.e. Untuk mengetahui isu mutakhir tentang penyakit Diabetes Mellitus. Manfaat penulisan1. Manfaat praktisDiharapkan makalah ini dapat menjadi sumber informasi terbaru untuk para analisdalam melakukan penelitian dan juga pihak terkait agar dapat membuat program-program yang akurat untuk mengatasi masalah Diabetes Mellitus khususnya di Indonesia. 2. Manfaat keilmuanDiharapkan dapat menjadi kajian dan acuan serta bahan bacaan dalam studi literatur dalam konteks penelitian.3. Manfaat bagi penulisPenulis dapat menambah wawasan tentang penyakit Diabetes Mellitus dan mampu mempelajari serta mancari tahu atau dapat meneliti hal-hal yang dianggap dapat berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus. PEMBAHASAN A. Epidemiologi Diabetes Mellitus (DM)
1. Frekuensi
Tabel 110 Penyakit Utama Penyebab Kematian Di Rumah Sakit Di Indonesia Tahun 2002
No Jenis Penyakit %
1. Stroke, tanpa pendarahan 5,9
2. Pneumonia 3,5
3. Demam tifoid 3,5
4. Tuberkulosis paru 3,3
5. Pendarahan intracranial 3,1
6. Diabetes Mellitus 3,0
7. Pertumbuhan janin lamban, malnutrisi janin, dan gangguan yang berhubungan dengan kelainan prematur 3,0
8. Trauma (klasifikasi lainnya 3,0
9. Penyakit jantung (klasifikasi lainnya) 2,9
10. Gagal ginjal (klasifikasi lainnya) 2,9
Sumber: Ditjen Yanmedik, Depkes RI

Tabel 1 menunjukkan bahwa penyakit Diabetes Mellitus berada di urutan keenam dengan prevalensi sebesar 3,0% dari 10 penyakit utama yang ada di rumah sakit yang menjadi penyebab utama kematian.
Tabel 2Distribusi Penyakit Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik Lainnya Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Tahun 2005
No Penyakit Jumlah Kasus Jumlah Mati CFR (%)
1. Diabetes Mellitus 42.000 3.316 7,9
2. Tiroktosikosis 913 67 7,3
3. Gangguan kelenjar tyroid lainnya 4.065 148 3,6
4. Penyakit endokrin dan metabolic lainnya 9.912 823 8,3
Sumber : Statistik RS.Indonesia Edisi Tahun 2005, Ditjen Yanmed Depkes RI
Tabel 2 menunjukkan bahwa kematian akibat penyakit di pasien rawat inap rumah sakit tertinngi disebabkan oleh penyakit Diabetes Mellitus yaitu sebanyak 3.316 kematian dengan CFR 7,9%.
Jadi berdasarkan kedua tabel diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun penyakit Diabetes Mellitus berada di urutan keenam dari 10 penyakit yang dapat penyebabkan kematian di rumah sakit Indonesia tetapi Diabetes Mellitus berada diurutan pertama penyebab kematian di pasien rawat inap rumah sakit.

1. Distribusi
a. Distribusi menurut orang
Berdasarkan proses timbulnya penyakit Diabetes Mellitus dapat disimpulkan bahwa orang yang berisiko mengalami Diabetes Mellitus adalah mereka yang memiliki riwayat Diabetes dari keluarga. Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas).dan tidak aktif. Sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.
Grafik 1Perkiraan Jumlah Orang Dewasa Dengan Diabetes Mellitus Menurut Kelompok Umur Untuk Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 2000 dan 2030
Sumber : Data Sekunder
Diagram 1 menunjukkan bahwa di Negara maju orang dewasa yang berisiko untuk terkena Diabetes Mellitus adalah yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan di Negara berkembang orang dewasa yang berisiko terkena Diabetes Mellitus adalah umur 46-64 tahun.
Grafik2Prevalensi Diabetes Mellitus Global Menurut Jenis Kelamin dan Umur Tahun 2000 Sumber : Data Sekunder Grafik 2 menunujukkan bahwa prevalensi kejadian Diabetes Mellitus untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan hampir sama hanya berbeda pada umur 70-80 tahun
1.
1. Distribusi menurut tempat
Tabel 3Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus Di Beberapa Negara Tahun 2000 dan 2030
No Rangking negara tahun 2000 Orang dengan DM (juta) Rangking negara tahun 2030 Orang dengan DM (juta)
1. India 31,7 India 79,4
2. Cina 20,8 Cina 42,3
3. Amerika Serikat 17,7 Amerika Serikat 30,3
4. Indonesia 8,4 Indonesia 21,3
5. Jepang 6,8 Pakistan 13,9
6. Pakistan 5,2 Brazil 11,3
7. Federasi Rusia 4,6 Banglades 11,1
8. Brazil 4,6 Jepang 8,9
9. Italia 4,3 Filipina 7,8
10. Banglades 3,2 Mesir 6,7
Sumber ata Sekunder Tabel 3 menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat keempat dengan penderita terbesar di dunia yaitu 8,4 juta orang pada tahun 2000 dan diperkirakan terus meningkat dari taun ke tahun yaitu sebanyak 21, 3 juta orang penderita Diabetes Mellitus. c. Distribusi menurut waktuLamanya seseorang menderita penyakit dapat memberikan gambaran mengenai tingkat patogenesitas penyakit tersebut. Peningkatan angka kesakitan Diabetes Mellitus dari waktu ke waktu lebih benyak disebabkan oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya. Komplikasi Diabetes Mellitus dengan penyakit lain terkait dengan lamanya seseorang menderita Diabetes Mellitus, semakin lama seseorang menderita Diabetes Mellitus maka komplikasi penyakit Diabetes Mellitus juga akan lebih mudah terjadi. 3. Determinan Berbagai hal dapat menjadi penyebab terjadinya penyakit Diabetes Mellitus diantaranya adalah :1. Obesitas (kegemukan)Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT> 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.2. HipertensiPeningkatan tekanan darah pada hipertensi erat kaitannya dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.3. Riwayat keluarga Diabetes MellitusSeorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.4. DislipedimiaAdalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.5. UmurBerdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun.6. Riwayat persalinanRiwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram. B. Program penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus di IndonesiaProgram pencegahan primer di Indonesia telah dilaksanakan oleh PT.Merck Indonesia Tbk bekerja sama dengan Depkes RI dan organisasi profesi (PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan (PERSADI dan PEDI) yaitu program bertajuk Pandu Diabetes dengan simbol Titik Oranye. Melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memberikan informasi dan edukasi mengenai Diabetes Mellitus dan pemeriksaan kadar gula darah secara gratis bagi sejuta orang yang telah diluncurkan oleh Menkes pada 15 Maret 2003. Menteri Kesehatan Dr.dr. Siti Fadillah Supari, Sp. JP(K) akan membentuk direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani Penyakit Tidak Menular (PTM )karena berdasarkan data Depkes untuk jumlah pasien Diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama untuk seluruh penyakit endokrin.(Depkes,2005)Terdapat klinik kaki diabetes di salah satu rumah sakit milik pemerintah yang merupakan bentuk layanan yang diberikan bagi penderita diabetes. Ini salah satu bentuk perhatian pemerintah kepada penderita Diabetes Mellitus mengingat penderita Diabetes sangant rentan untuk terkena infeksi, hal ini juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi amputasi kaki akibat pekait Diabetes Mellitus. Federasi Diabetes Internasional (IDF) mengeluarkan pernyataan konsensus baru mengenai pencegahan diabetes, menjelang resolusi Majelis Umum PBB pada bulan Desember 2006 yang menghimbau aksi internasional bersama. Konsensus IDF baru ini merekomendasikan bahwa semua individu yang beresiko tinggi terjangkiti diabetes tipe-2 dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan oportunistik oleh dokter, perawat, apoteker dan dengan pemeriksaan sendiri. Profesor George Alberti, mantan presiden IDF sekaligus penulis bersama konsensus baru IDF mengatakan: “Terdapat banyak bukti dari sejumlah kajian di Amerika Serikat, Finlandia, Cina, India dan Jepang bahwa perubahan gaya hidup (mencapai berat badan yang sehat dan kegiatan olahraga yang moderat) dapat ikut mencegah berkembangnya diabetes tipe-2 pada mereka yang beresiko tinggi (2-6). Konsensus baru IDF ini menganjurkan bahwa hal ini haruslah merupakan intervensi awal bagi semua orang yang beresiko terjangkiti diabetes tipe-2, dan juga fokus dari pendekatan kesehatan penduduk.” (SUMBER: Federasi Diabetes Internasional) C. Isu Mutakhir
Isu mutakhir tentang penyakit Diabetes Mellitus adalah :
1. Adanya hubungan timbal balik antara periodontitis (infeksi pada mulut) dengan Diabetes Mellitus, keterlibatan dokter gigi dalam penanganan pasien Diabetes Mellitus perlu ditingkatkan. (Saidina Hamzah Daliemunthe,2003)
2. Dokter gigi dituntut untuk lebih aktif memposisikan diri sebagai mitra dokter umum/dokter spesialis dalam penanganan pasien Diabetes Mellitus. (Saidina Hamzah Daliemunthe,2003)
3. Perlu adanya perlindungan kepada obat tradisional untuk penyakit Diabetes Mellitus agar tetap asli dari tanaman obat dan tidak diberi tambahan zat kimia. (Siti Sapardiyah Santoso, 2003)
4. Perlu dipelajari lebih lanjut dengan mengadakan pendekatan kasus dengan metode penelitian yang khusus pula mengapa penderita IDDM dapat bertahan hidup selama 1 minggu tanpa insulin dengan melalui penggantian insulin atau adaptasi. (Haryadi Suparto, 2004)
5. Obat anti Diabetes oral sebaiknya tidak diberikan pada Diabetes Mellitus dengan Tuberkulosis paru karena adanya efek rifampicin dan isoniazid yang mengurangi efek obat tersebut. (Harsinen Sanusi, 2004)
6. Kadar glukosa darah yang terkontrol pada penderita Diabetes Mellitus dapat menurunkan derajat kegoyahan gigi sebesar 51,45%. (Md Ayu Lely S, 2004)
7. Melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan aktif yang diisolasi dari buah mengkudu untuk mengetahui efeknya dalam menurunkan kadar gula darah. (Ramadhani RB,2001)
8. Perlu dikembangkan kegiatan di kelompok-kelompok masyarakat guna meningkatkan pengetahuan kesehatan terutama gizi, sehingga masyarakat mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk menangani masalah kesehatan yang dihadapinya. (Yuli Kusumawati, 2006)
9. Perlunya melakukan penelitian isolasi kandungan Eugenia Polyantha dan menguji khasiat hipoglikemianya untuk menurunkan kadar glukosa darah. (Herra Studiawan,2004)
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Diabetes Mellitus merupakan penyebab kematian tertinggi di bagian instalasi rawat inap di rumah sakit di Indonesia yaitu sebanyak 3.316 kematian dengan CFR 7,9%.
2. Indonesia merupakan negara keempat setelah India, Cina dan Amerika Serikat sebagai penderita penyakit Diabetes Mellitus dengan persentase 8,4 di tahun 2000 dan diperkirakan akan bertambah persentasenya di tahun 2030 sebesarnya 21,3%.
3. Penyebab utama terjadi Diabetes Mellitus dipengaruhi oleh tidak terkontrolnya glukosa darah akibat factor kegemukan, hipertensi, pengetahuan, life style, dan sebagainya.
4. Program Departemen Kesehatan untuk penanggulangan Diabetes Mellitus adalah pemeriksaan kadar gula darah secara gratis bagi sejuta orang.
B. Saran/ Rekomendasi1. Penanganan penyakit Diabetes Mellitus agar kiranya dapat benar-benar ditangani secara serius, sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat penyakit Diabetes Mellitus.2. Perlu adanya penyuluhan yang lebih responsible tentang pentingnya kontrol gula darah di setiap individu yang mempunyai faktor risiko DAFTAR PUSTAKA Aazizah, Tanti. Pengaruh Decocta Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L) Terhadap Kadar Glukosa Darah Kelinci yang Dibebani Glukosa. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Vol.6 No1, 2005.
Harsinen. Diabetes Mellitus dan Tuberkulosis Paru. Jurnal medika Nusantara Volume : 25 No : 1, 2004.
Leida, I. Bahan Handout Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Makassar : Jurusan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.Lenny. Diabetes Gaya Hidup Buruk Pangkal Masalah. http://lifestyle.com. Akses 26 September 2007.Mulawarmanti, D. MekanismeMolekuler Periodontitis Pada Diabetes Mellitus. Jurnal Kedokteran Gigi Volume : 1 No : 1, 2006.Rahaman, Abdul, dkk. Toksisitas dan Teratogenisitas Ekstrak Etanol Campuran (1:1) Herba Sambiloto dan Daun Salam. Majalah Farmasi Airlangga Vol.III No.2, Agustus 2003.Saidina. Hubungan Timbal Balik Antara Periodontitis Dengan Diabetes Mellitus. Jurnal Dental Volume: 8 No: 2 ,2003.Sapardiyah. Obat Tradisional Untuk Penyembuhan Penyakit Diabetes Mellitua Dari Pengobat Tradisional di DKI Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya. Jurnal Ekologi Kesehatan Volume : 2 No : 2, Agustus 2003.
Suparto, H. Pengaruh Ilmu Rasa Terhadap Insulin Dependent Diabetes Mellitus. The Indonesian Journal of Public Health Volume : 1 No : 3, November 2004.
Studiawan. Uji Aktivitas Penurunan Kadar Glukosa Daerah Ekstrak Daun Eugenia Polyantha Pada Mencit Dengan Metode Aloksan. Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol.5 No3, 2004.
________ Profil Kesehatan Indonesia : Pencapaian Indonesia Sehat di Tahun 2001. http://bankdata.depkes.go.id. Akses 25 September 2007.
________ Memantau Diabetes Secara Mandiri. http://www.info@gizi.net. Akses 25 September 2007.

Kamis, 17 Juni 2010

Kuesioner

LAMPIRAN


KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KEBERADAAN PMO DENGAN KETERATURAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KABUPATEN KERINCI
TAHUN 2008



Petunjuk :

1. Sampaikan maksud dan tujuan penelitian ini.
2. Bagi responden yang berkeberatan, walaupun sudah diberi penjelasan, jangan dipaksa.
3. Penggantian responden ditentukan oleh supervisor, sampel pengganti akan dipilih oleh supervisor secara random.
4. Bacakan pertanyaan yang ada pada kuisioner dan lingkarilah jawaban yang diberikan oleh responden pada kuisioner.
5. Pada pertanyaan yang “……………” (titik-titik) isilah dengan angka atau huruf cetak, tergantung apa yang diharapkan pertanyaan.
6. Interview boleh menggunakan tambahan kata / kalimat dengan maksud untuk lebih memperjelas pertanyaan , tetapi tidak boleh keluar dari isi pertanyaan.
7. Interview tidak diperbolehkan mengarahkan responden untuk memilih salah satu jawaban, baik sengaja / tidak.
8. Ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu wawancara ini.
9. Selamat bekerja.




I. KETERANGAN WAWANCARA
1. No. urut kuesioner : ......................... Puskesmas : ….................................
2. Nama pewawancara :……..........................................
3. Kelompok studi (diisi oleh supervisor) : 1. Kasus 2. Kontrol
4. kunjungan pewawancara ke responden:
1. Pertama kali tanggal ….................................
2. Kedua kali tanggal .......................................
3. Ketiga kali tanggal ......................................
5. Hasil kunjungan pewawancara kepada responden : (diisi setelah wawancara)
1. Wawancara selesai lengkap 2. Wawancara tidak lengkap
3. Menolak diwawancarai 4. Alamat tidak ditemukan
5. Pindah alamat 6. Meninggal

II. IDENTITAS & KARAKTERISTIK PENDERITA
6. Nama : ………………….........................................
7. Umur : .............tahun
8. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
9. Alamat : .................................................................................................................
...........................................................................(isi selengkap mungkin)
10. Lama pengobatan : ……..bulan, dari tanggal/bulan ……............sd …......................
11. Pendidikan :
1. Tidak sekolah 2. SD sampai kelas .....................
3. SLTP sampai kelas ..................... 4. SLTA sampai kelas ....................
5. PT sampai tingkat …..........................
12. Pekerjaan : 1. Tani 2. Pedagang
3. Nelayan 4. Karyawan swasta
5. PNS/ABRI 6. Ibu RT/ Masih sekolah/ Tidak bekerja
7. Lainnya, sebutkan.........................................................

III. PERILAKU TERHADAP KETERATURAN MINUM OBAT TB PARU
(untuk Cross Check register TB 01 di Puskesmas)
13. Apakah selama dua bulan pertama minum obat (fase awal) saudara tidak
minum obat lebih dari 3 hari ?
1. ya (berapa kali ………) 2. tidak
14. Apakah saudara selama minum obat yang tiga kali seminggu (fase lanjutan) tidak
minum obat lebih dari seminggu ?
1. ya (berapa kali ………) 2. tidak (langsung ke P. no. 16)
15. Apa alasan saudara tidak minum obat ? (jawaban boleh lebih dari satu)
1. Merasa sembuh
2. Merasa tidak ada kemajuan
3. Merasa penyakit tambah parah
4. Ada efek samping obat yang menganggu
5. Belum sempat ambil obat, sementara obat sudah habis
6. Lain-lain, sebutkan .................................................
16. Bagaimana jadwal pengambilan obat selama dua bulan pertama ?
1. Tiga hari sekali 2. Seminggu sekali
3. Sepuluh hari sekali 4. Dua minggu sekali
5. Lainnya, sebutkan …......................................................
17. Bagaimana jadwal pengambilan obat selama empat bulan terakhir ?
1. Seminggu sekali 2. Sepuluh hari sekali 3. Dua minggu sekali
4. Sebulan sekali 5. Lainnya, sebutkan ..................................................
18. Selama dua bulan pertama (minum obat tiap hari) apakah saudara pernah terlambat
mengambil obat ?
1. ya 2. tidak
19. Selama empat bulan berikunya (makan obat tiga kali seminggu) apakah saudara
pernah terlambat mengambil obat?
1. ya 2. tidak

IV PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO)
20. Selama minum obat TB paru, apakah ada yang mengawasi saudara minum obat ?
1. Ada 2. Tidak ada (langsung ke P. No. 24)
21. Siapa yang mengawasi saudara minum obat ?
1. Pet. Kesehatan 2. Anggota keluarga 3. Lainnya, sebutkan ……...................
22. Apa hubungan PMO dengan saudara ?
1. Suami / istri 2. Saudara 3. Orang tua/Paman/ bibi
4. Teman 5. Anak 5. Lainnya, sebutkan ……………………
23. Apakah PMO selalu mengawasi saudara waktu menelan obat ?
1. Ya 2. Tidak (langsung ke P. no.25)
24. Bila tidak ada PMO apa alasan saudara ?
1. Tidak tahu harus punya PMO
2. Malu penyakit diketahui orang lain
3. Tidak merasa perlu karena niat mau sembuh
4. Takut penyakit menular pada orang
5. PMO tidak pernah datang
6. Lainnya, sebutkan ……………………………

V. EFEK SAMPING OBAT
25. Adakah keluhan yang saudara rasakan atau gejala yang muncul selama minum obat
TB paru ?
1. ada 2. Tidak ada (langsung ke P. No. 29)
26. Jika ada, apa sajakah yang saudara rasakan selama minum obat TB paru ini ?
(Jawabah boleh lebih dari satu)
Keluhan / gejala 1. Ya 2. Tidak
Gatal-gatal seluruh badan
Rasa tidak enak
Mual, muntah, tidak nafsu makan
Lemas
Pusing, sakit kepala
Penglihatan berkurang/kabur
Gangguan pendengaran
Kesemutan
Lainnya, sebutkan ..........................……………….

27. Apakah saudara terganggu dengan dengan keluhan atau gejala yang muncul selama
minum obat ?
1. Ya 2. Tidak (lagsung ke P. No. 29)
28. Bila ya (ada ESO), apa yang saudara lakukan ?
1. Berhenti minum obat
2. Melapor ke PMO
3. Melapor ke petugas kesehatan
4. Teruskan minum obat tanpa melaporkan pada siapapaun

VI. JENIS PETUGAS YANG MELAYANI
29. Siapa yang melayani saudara berobat ataupun kontrol penyakit di Puskesmas selama
menelan obat ?
1. Dokter 2. Perawat/mantri 3. Kadang dokter, kadang perawat/mantri
30. Berapa kali saudara dilayani langsung oleh dokter selama berobat TB paru ?
1. Tidak pernah
2. Satu sampai tiga kali dokter, selebihnya perawat/mantri
3. Empat kali atau lebih dilayani dokter

VII. PENYULUHAN OLEH PETUGAS KESEHATAN
31. Apakah saudara diberikan penyuluhan tentang TB paru dan pengobatannya oleh
petugas kesehatan ?
1. Ada 2. Tidak ada ( Langsung ke No.36)
32. Apakah penyuluhan yang diberikan petugas pernah bersama-sama dengan pengawas
menelan obat saudara?
1. Ya 2. Tidak
33. Berapa kali diberikan penyuluhan tentang TB paru dan pengobatannya oleh petugas
kesehatan ? ………….kali
34. Apakah saudara mengerti terhadap penyuluhan tersebut?
1. Ya. 2. Tidak (Langsung ke P. No. 36)
35. Bila saudara mengerti, coba saudara jawab pertanyaan berikut:
a. Apa akibat TB paru tidak diobati ? (jawab: Parah, menular, mati)
1. Betul 2. Salah
b. Apa tujuan berobat TB paru teratur ? (Jawab: Sembuh)
1. Betul 2. Salah
c. Berapa lama harus minum obat ? ( Jawab : 6 bulan)
1. Betul 2. Salah
d. Apakah penyakit TB paru bisa menular (Jawab : Ya)
1. Betul 2. Salah

III. JARAK RUMAH PENDERITA DENGAN TEMPAT PELAYANAN
36. Bagaimana persepsi saudara mengenai jarak rumah saudara ke Puskesmas / tempat
pelayanan kesehatan ?
1. Jauh 2. Dekat

Minggu, 13 Juni 2010

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


Topik : Trauma muskuloskeletal
Sub Topik : Fraktur dan Dislokasi

Tujuan Pembelajaran
I. Kognitif
1. Menjelaskan klasifikasi dasar fraktur dan dislokasi
2. Menjelaskan gambaran klinis dari fraktur dan dislokasi
3. Menjelaskan penyembuhan fraktur dan dislokasi
4. Menjelaskan penatalaksanaan fraktur dan dislokasi
II. Psikomotorik
1. Dapat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien fraktur dan dislokasi
2. Dapat melakukan rujukan ke RS yang memiliki dokter bedah
III. Attitude
1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan keluarga dan pasien
2. Memberikan informed consent pada pasien fraktur dan dislokasi


PENDAHULUAN

Peningkatan Jumlah trauma sistem muskuloskeletal meliputi fraktur, dislokasi, dan trauma jaringan lunak diakibatkan kecelakaan lalu lintas, pembangunan gedung serta industri serta kecelakaan rumah tangga serta olah raga. Masalah ini perlu penatalaksanaan yang sempurna untuk meminimalisasi angka cacat. Trauma sistem muskuloskeletal selain menimbulkan patah tulang/ fraktur dapat merusak jaringan lunak berupa luka, kerusakan otot, ligamen serta kapsul sendi.
Trauma pada tulang menimbulkan fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, rawan sendi serta epifise pada anak. Kerusakan tulang ini biasa disertai kerusakan jaringan lunak dan pembuluh darah, ada kalanya menimbulkan lesi saraf.
Tanda-tanda klasik fraktur adalah :
1. Adanya riwayat trauma
2. Timbul rasa nyeri
3. Pembengkakan
4. Deformitas
5. Nyeri lokal dan sumbu
6. Krepitasi
7. Fungsio laesa
Apabila terdapat tanda-tanda tersebut di atas, maka fraktur dapat didiagnosis secara klinis dengan “CARDINAL SIGN” adalah nyeri sumbu.




KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Berdasarkan terjadinya trauma, trauma langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Trauma langsung ditandai dengan terjadinya patah tulang ditempat trauma tersebut, kerusakan jaringan lunak dan biasanya garis fraktur tranversal atau kominutif, sedangkan trauma tidak langsung menimbulkan patah tulang tidak pada tempat trauma tersebut sedangkan jaringan lunak bervariasi kerusakannya.
2. Berdasarkan besar kecilnya kerusakan :
a. Fraktur sederhana (simple fracture), apabila tulang terbagi menjadi 2 fragmen.
b. Fraktur kominutif, apabila tulang terbagi menjadi lebih dari 2 fragmen.
3. Berdasarkan bentuk garis fraktur sebagai akibat traumanya , fraktur dibagi :
- Komplit atau Inkomplit
- Transversal, oblique, segmental dan spiral
- Kompresi
Pada anak-anak karena tulangnya masih lentur dapat terjadi fraktur inkomplit disebut “GREEN STICK fracture” atau “Plastic Fracture”. Seringkali pada anak terjadi patah tulang pada lempeng pertumbuhan epifise disebut : “Epiphyseal Fracture”





Hubungan antara tulang dengan jaringan lunaknya dapat dibagii menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.




Peranjakan atau pergeseran dari fragmen-fragmen fraktur tersebut terjadi akibat :
- Kekuatan trauma
- Gravitasi
- Tarikan otot
Sedangkan peranjakan atau pergeseran diatas menimbulkan istilah dalam pengelolaan fraktur berupa
- Alignment ( kesegarisan )
- Rotasi ( terpuntir )
- Diskrepansi ( perubahan panjang tungkai )



PENYEMBUHAN FRAKTUR
Penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap :
1. Kerusakan jaringan dan hematoma
2. Inflamasi dan Pembentukan sel
3. Pembentukan kalus
4. Konsolidasi
5. Remodelling



Tujuan akhir dari penatalaksanaan fraktur adalah “UNION” artinya :
- Perbaikan belum sempurna
- Nyeri masih ada
- Dibengkokkan nyeri sekali
- Garis fraktur masih nampak
- Masih perlu proteksi
Waktu yang dibutuhkan untuk tercapainya “union” ini bervariasi diantara anggota gerak atas dan bawah, jenis tulangnya, umur, KU, fraktur tertutup atau terbuka. Apa yang dimaksud dengan KONSOLIDASI ? artinya :
- Perbaikan sempurna
- Tak ada nyeri
- Garis fraktur menghilang
- Tak ada proteksi
Ada kalanya union tak tercapai, terjadi “DELAYED UNION” dimana terjadi keterlambatan penyambungan melewati waktu yang diperkirakan. Jika lebih dari 6 bulan belum juga terjadi penyambungan maka disebut dengan “NON UNION”.
Hal ini disebabkan oleh :
1. INTERPOSISI dan DISTRAKSI
2. IMMOBILISASI tak ADEKWAT
3. Jaringan lunak non viabel
4. Aliran darah Inadekwat
5. INFEKSI
Ditemui pada tempat fraktur tersebut berupa sendi palsu disebut Pseudo arthrosis


GAMBARAN KLINIS
Anamnesa adanya trauma segala macam jenisnya serta adanya disfungsi, nyeri , memar, pembengkakan dan adanya deformitas dicurigai suatu fraktur. Jangan dilupakan cedera tempat lainnya seperti cedera kepala, thorax, abdomen, serta fraktur pada tempat lainnya. Pemeriksaan fisis jangan dilupakan airway (A), Breathing (B), Circulation (C) serta faktor predisposisi lainnya seperti metastase infeksi tulang dan Paget’s disease. Pemeriksaan lokal harus sistematis.
1. Pemeriksaan teliti tempat cedera
2. Pemeriksaaan kerusakan arteri dan saraf
3. Evaluasi cedera pada muskuloskeletal lainnya
4. Evaluasi cedera pada bagian tubuh lainnya.
Tanda lokal yang paling spesiik adalah : “ ABNORMAL MOVEMENT” artinya tempat yang bergerak bukan pada sendi, tapi pada tempat fraktur.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. X ray
Untuk menentukan tempat serta konfigurasi fraktur diperlukan pemeriksaan ini, ingat dengan RULE OF TWO :
a. TWO VIEWS
b. TWO JOINTS
c. TWO LIMBS
d. TWO INJURIES
e. TWO OCCASIONS
2. PEMERIKSAAN KHUSUS
Adakalanya diperlukan pada saat tertentu seperti :
- TOMOGRAPHY
Dilakukan pada fraktur tulang belakang dan condyle tibia
- CT
Untuk melihat penekanan Medulla spinaslis pada fraktur tulang belakang
- Radio Isotop Scanning
Bila dicurigai stress fraktur dan undisplaced fracture.
Dari pemeriksaan X ray sederhana sudah cukup untuk diagnosa fraktur dan prognosanya. Garis fraktur tranversal biasanya union lambat dan kompresi stabil, garis fraktur spiral cepat union dan kompresi tak stabil. Sedangkan garis fraktur kominutif lambat union dan tak stabil, peranjakan fragmen fraktur tersebut dapat dinilai dengan hasil X ray tersebut.

PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan fraktur menurut Robert Bruce Salter :
1. Jangan merusak
2. Berdasarkan diagnosa yang akurat serta prognosisnya
3. Pilih pengobatan dengan tujuan spesifik
4. Bekerja sama dengan hukum alam
5. Pengobatan realistik dan praktis
6. Pilih pengobatan dengan pertimbangan individu
Penatalaksanaan awal fraktur selalu dipakai prinsip ATLS ( Advanced Trauma Life Support ) artinya SELAMATKAN JIWA PASIEN, baru ditanggulangi frakturnya. Hindari trauma yang terselubung yang fatal, sistematis, tegas, menelusuri tanda, keluhan dan anamnesa serta kerjasama terpadu.

Advanced Trauma Life Support (ATLS ) terdiri dua tahap berupa :
PRIMARY SURVEY
A : Airway + C spine control
B : Breathing + Ventilation supporte
C : Circulation + Hemorrhage control
D : Disability → Evaluasi neorologis untuk menilai tingkat kesadaran secara sederhana dengan metoda AVPU
A : alert (sadar)
V : respons × suara
P : respons × nyeri
U : Unresponsive ( tidak ada respons )
E : Exposure + Environment

SECONDARY SURVEY
Setelah keadaan umum stabil, baru dimulai penatalaksanaan fraktur. Ancaman hidup yang mengancam berupa :
- Tension pneumothorax
- Open pneumothorax
- Flail chest
- Massive hemothorax
- Cardiac tamponade
- Commotio cordis
Satu hal yang paling sering dilupakan atau luput dari pemeriksaan adalah : TRAUMA PELVIS, walaupun telah dilakukan resusitasi, masih dalam keadaan shock, curigai keadaan ini dan lakukan TEST KOMPRESI dan test dekompresi pelvis. Sebab trauma daerah ini perdarahan bisa 2-3 liter.

Dasar penatalaksaan adalah “4 R”

RECOGNITION artinya diagnosa
REDUCTION/REPOSITION : dilakukan kedudukan fragmen fraktur bergeser terhadap alignment.
RETAINING artinya tindakan fiksasi untuk mempertahankan kedudukan
REHABILITATION artinya untuk mengembalikan fungsi dari anggota gerak

FRAKTUR TERTUTUP
Pada fraktur tertutup tindakannya adalah reposisi tertutup dalam pembiusan dan difixasi / imobilisasi berupa traksi dan gips. Operasi baru dilakukan setelah reposisi tertutup gagal.
FRAKTUR TERBUKA
Ada 3 hal yang merupakan kedaruratan atau “emergency” pada trauma Orthopaedi yang memerlukan tindakan segera yaitu :
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup dengan gangguan neurovaskuler
3. Dislokasi
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson
• Grade I : Luka bersih < dari 1 cm (biasanya luka berasal dari fragmen tulang (from within) dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal • Grade II : laserasi atau luka > 1 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal
• Grade III : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,avulsi, trauma pada otot dan nervus
Gustillo membagi menjadi 3
• Grade IIIA : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas tapi dengan jaringan yang masih menutupi tulang yang adekuat
• Grade IIIB : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas disertai dengan jaringan penutup tulang yang tidak adekuat (bone expose), devaskularisasi tulang, kontaminasi luka yang luas, biasanya memerlukan skin graft atau skin flap
• Grade IIIC : Luka dengan kerusakan pada neurovaskular

Penatalaksanaan fraktur terbuka :
Golden period dalam tatalaksana fraktur terbuka adalah 6 sampai 7 jam
1. Bersihkan luka
Dengan menggunakan larutan aquades steril atau isotonik salin (NaCl 0,9 %) untuk membersihkan luka dari benda-benda asing yang mungkin terkontaminasi dengan luka. Tekniknya dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan pada luka (pulsating irrigation). Hal ini lebih baik dilakukan daripada memberikan larutan antiseptik yang bisa menyebabkan kerusakan jaringan
2. Antibacterial
Pembeian antibakteri dilakukan sebelum, selama dan sesudah treatment dari fraktur terbuka. Bagaimanapun pemberian antibakteri tidak akan menjamin kemampuannya untuk melawan kuman pada fraktur terbuka, disebabkan oleh ketidakmampuan dari antibakteri untuk mencapai tempat infeksi karena jaringan kehilangan blood supplynya dan banyaknya antibakteri yang dewasa ini mengalami resistensi. Untuk itu diperlukan debridement yang adekuat dan perawatan luka yang maksimal atau dilakukan kultur
3. Antitetanus
Semua pasien fraktur terbuka memerlukan pencegahan terhadap tetanus. Jika pasien sebelumnya telah diimunisasi tetanus toxoid, dapat dilakukan booster toxoid terhadap pasien. Jika tidak ada, atau tidak ada informasi yang adekuat maka imunitas pasif dapat diberikan dengan menggunakan 250 units human tetanus immune globulin
4. Debridement
Adalah membuang jaringan devitalized (jaringan mati) dari tempat fraktur baik itu kulit, subkutis, lemak, fascia, otot, dan ujung tulang. Karena jaringan yang kehilangan supplay darahnya akan mencegah terjadinya penyembuhan luka dan menjadi fokus infeksi. Ada baiknya di kamar operasi juga dilakukan kultur terhadap luka
5. Tatalaksana untuk tulang yang fraktur
Jika luka pada fraktur kecil seperti pada fraktur terbuka grade I maka dapat dilakukan tatalaksana secara tertutup (reposisi dan pemasangan gips ) dengan syarat luka sudah dibersihkan dan didebridement terlebih dahulu. Jika terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas dan posisi dari tulang yang tidak stabil atau disertai dengan trauma vaskular dapat dipertimbangkan untuk ORIF (open reduction internal fixation). Sedangkan pada kerusakan jaringan lunak yang luas disertai dengan fraktur yang komunitif (lebih dari 3 fragmen) dapat dipertimbangkan eksternal fiksasi

Fraktur tertutup dengan Gangguan Neurovaskuler → COMPARTMENT SYNDROME
Perdarahan yang timbul akibat fraktur yang tidak bisa keluar, berada dalam kompartment otot dan menimbulkan pembengkakan sehingga peninggian tekanan intrakompartemen. Tekanan ini menyebabkan gangguan sirkulasi balik dan akhirnya gangguan pada arteri ke arah distal sehingga bagian distal menjadi non vital dan nekrosis. Inilah pentingnya pemeriksaan bagian distal /akral dari fraktur. Hal lain yang dapat mengganggu sirkulasi adalah tertekannya arteri oleh fragmen sehingga terjadi “Ischaemia” dan rasa sakit yang hebat. Dalam hal ganguan arteri, pada “Volkmann’s Ischaemic Contraction” perlu dilakukan eksplorasi dan release untuk memperbaiki sirkulasinya.

DISLOKASI SENDI

Merupakan “emergency” bidang Orthopaedi yang harus reposisi dalam jangka waktu “golden period”. Pembuatan X ray untuk mengetahui apa hanya dislokasi murni atau ada fraktur, jika tercakup keduanya disebut fraktur dislokasi.

JARINGAN LUNAK

Kerusakan jaringan lunak lebih sulit ditegakkan diagnosisnya oleh karena pencitraan tidak dapat terlihat dengan baik, di daerah persendian mungkin hanya terlihat sebagai pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi, misalnya terjadinya perdarahan intra artikuler. Pemeriksaan diperlukan pembiusan.
Bila kelak terjadi perdarahan sendi maka diagnosis ditegakkan dengan mengaspirasi darah dari sendi sehingga dapat diperkirakan ada atau tidaknya fraktur berdasarkan ditemukannya Fat Bubbles.

KESIMPULAN

Prinsip penatalaksanaan patah tulang /fraktur tak dapat dipisahkan dengan trauma Orthopaedi tidak hanya berarti fraktur akan tetap lebih penting lagi adanya trauma jaringan lunak, yaitu otot, ligamen, kapsul sendi, termasuk sistem neurovaskuler perifer. Gangguan saraf perifer adalah gangguan akibat trauma pada serabut saraf (bukan pada sel saraf ), akan tetapi pada axon-dendrit


DAFTAR PUSTAKA

1. R Vaccaro Alexander, Orthopaedic Knowledge Update, American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2005
2. Baumgaertner MR. Tornetta Paul III, Orthopaedics Update, Orthopaedic Trauma Association. 2002
3. Simon BR, Koenigsknecht SJ, Emergency Orthopaedics 4th edition , 2001
4. Commite Trauma, Advanced Trauma Life Support, American College of Surgeons, 1993
5. Salter Robert B, Fractures, Dislocation and Soft Tissues Injury. Textbook of disorders & Injuries of the Muskuloskeletal System. Asian edition. I Shoin Ltd.-Tokyo pp 411-458
6. Mubarak SJ, Hargens AR, Compartment Syndromes and Volkmann’s Ischaemic Vol III in the series, Saunders Monographs in Clinical Orthopaedics.1981

Pertanyaan :
1. Jelaskan, apa yang dimaksud ‘Rule of Two’ pada pemeriksaan radiologi terhadap fraktur.
2. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan fraktur patologis?
3. Jelaskan, apa saja indikasi untuk dilakukan ’Open Reduction” pada penanganan fraktur?

Skenario 3

(EVIDENCE BASED MEDICINE) BLOK I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar di era sekarang membutuhkan pemikiran yang realistis dan rasional. Pembelajaran di dunia medis kini membutuhkan bukti-bukti yang relevan, update, dan accountable.
Pencarian bukti-bukti itu bukan hanya melalui buku dan majalah, tapi sudah melalui jaringan internet. Online data base website pada tahun 1998 diperkirakan sebesar 5 juta. Jumlah website di bidang kedokteran lebih dari 100 ribu, karena itu era sekarang disebut cyber medicine.(Wirjo, 2002)
Di awal 1990an diperkenalkanlah suatu paradigma baru kedokteran yang disebut sebagai evidence based medicine (EBM) atau kedokteran berbasis bukti. (Wirjo, 2002)
Melalui paradigma baru ini maka setiap pendekatan medik barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan-temuan terkini yang secara medik, ilmiah, dan metodologi dapat diterima. Perlahan tapi pasti, EBM telah menjadi jiwa dari ilmu kedokteran dan bagian dari implementasi pelayanan medik yang berbasis bukti.
Pada laporan blok I skenario 3 “Evidence Based Medicine”, akan diulas secara singkat mengenai Evidence Based Medicine, agar mahasiswa dapat memahami dan dapat mengaplikasikan dalam pembelajaran di dunia medis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Evidence Based Medicine?
2. Apa saja langkah-langkah dalam Evidence Based Medicine?
3. Apakah tujuan dari Evidence Based Medicine?
4. Apakah alasan penerapan Evidence Based Medicine?
5. Apa saja aspek-aspek dalam Evidence Based Medicine?
6. Mengapa publikasi ilmiah harus accountable? Bagaimana ciri-cirinya?
7. Apakah Boolean logic itu? Bagaimana mengaplikasikannya dalam pencarian sumber ilmiah? dan Bagaimana memilih full text?
C. Tujuan
Laporan ini ditulis sebagai hasil tutorial ketiga blok I “Evidence Based Medicine”, agar tercapai pemahaman mahasiswa secara teori, diantaranya:
1. Mampu memahami definisi, langkah-langkah, dan tujuan Evidence Based Medicine.
2. Mampu memahami aspek-aspek dalam Evidence Based Medicine.
3. Mampu memahami publikasi ilmiah yang accountable.
4. Mampu memahami Boolean logic dan menggunakannya dalam pencarian sumber ilmiah untuk memilih artikel yang full text.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan laporan tutorial ketiga ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami definisi, langkah-langkah, dan tujuan Evidence Based Medicine.
2. Mahasiswa mampu memahami aspek-aspek dalam Evidence Based Medicine
3. Mahasiswa mampu mengetahui publikasi ilmiah yang accountable dan mencarinya menggunakan boolean logic serta memilih artikel full text.


BAB II
STUDI PUSTAKA
1. Evidence Based Medicine
a. Definisi
o Penerapan pendekatan dan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran berdasarkan bukti-bukti ilmiah terbaik yang ada. (Harden et al, 1999)


Merupakan keterpaduan antara (1) bukti-bukti ilmiah yang berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2) keahlian klinis (clinical expertise) dan (3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values).( Sackett et al, 2000)
o Suatu sistem atau cara untuk menyaring semua data dan informasi dalam bidang kesehatan. Sehingga seorang dokter hanya memperoleh informasi yang sahih dan mutakhir untuk mengobati pasiennya. (Wirjo, 2002)
b. Langkah-langkah
1. Mengajukan pertanyaan klinik yang dapat dijawab (asking answerable question).
2. Melakukan pelacakan pustaka untuk menjawab pertanyaan klinik.
3. Melakukan telaah kritis terhadap bukti ilmiah.
4. Melakukan integrasi antara bukti ilmiah yang valid, keahlian klinik, dan nilai serta harapan yang ada pada pasien.
5. Melakukan evaluasi hasil guna penerapan bukti ilmiah di dalam praktek. (Guyatt, 2004)
c. Aspek-aspek
1. Aspek medik : Fungsinya untuk mengelola penderita.
2. Aspek ilmiah : Untuk mensurvey keluhan, kelainan fisik, dan terapinya.
3. Aspek personal : Hubungan dokter dengan penderita menjadi lebih baik, kualitas dan profesionalisme menjadi lebih baik.
4. Aspek sosial : Penerapan EBM secara luas akan meningkatkan kesadaran serta perhatian masyarakat kepada kesehatan. (Soeleman, 2008)
d. Tujuan
Dengan mengacu pada konsep evidence based medicine, dokter tidak khawatir terhadap tuntutan malpraktek, karena telah menjalankan tugas profesinya sesuai kaidah etika ilmu kedokteran yang berbasis ilmiah, valid, dan reliabel. (Pandhita, 2007).

e. Mengapa harus Evidence Based Medicine
1. Perlunya perubahan paradigma pengembangan pendidikan kedokteran dari berbasis opini ke arah berbasis bukti-bukti penelitian di bidang pendidikan kedokteran. (Zulharman, 2008)
2. Informasi up-date mengenai diagnosis, prognosis, terapi dan pencegahan sangat dibutuhkan dalam praktek sehari-hari. (Dwiprahasto, 2008)
f. Syarat Publikasi ilmiah yang accountable
1. Publikasi ilmiah yang accountable sebuah penelitian dengan metode penelitian acak random yang layak.
2. Penelitian dengan desain metodologi yang baik tanpa randomisasi dan berasal lebih dari 1 sumber.
3. Berasal dari opini para ahli yang meliputi bukti klinis, penelitian deskriptif, dan laporan para ahli.
(Wirjo, 2002)
2. Boolean Logic
• Definisi:
1) Kamus Bahasa Inggris: logika boolean
n: sistem simbolis logika dibuat oleh George Boole; digunakan dalam komputer.
2) adj: kombinasi sistem dibuat oleh George Boole yang menggabungkan propositions dengan logis operator dan DAN dan ATAU JIKA KEMUDIAN dan KECUALI dan TIDAK.
3) Operasi logika matematika seperti AND, OR, NOT yang digunakan dalam pencarian sumber ilmiah di internet agar hasil yang ditemukan lebih spesifik. (Sopyan, 2005)


BAB III
PEMBAHASAN

Analisis Skenario
Dari skenario III “Evidence Based Medicine” telah didapatkan informasi sebagai berikut:
1. Ani, seorang mahasiswi tingkat pertama sedang memfokuskan perhatiannya pada belajar berbasis bukti ilmiah, dosennya sering menyebutnya dengan evidence based medicine.
2. Ahmad, kakak kelasnya menjelaskan bahwa dalam evidence based medicine, sumber belajar kita harus berasal dari pelacakan publikasi ilmiah yang accountable.
3. Biasanya Ahmad mencari di internet dengan alamat www.pubmed.com atau www.proquest.com, dengan boolean logic dan memilih naskah full text nya secara gratis.

Berikut merupakan pembahasan skenario:
• Evidence Based Medicine adalah suatu tindakan yang berlandaskan alasan yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam hal ini tindakan medis, atau penanganan pasien oleh seorang dokter. EBM sendiri merupakan integrasi dari bukti penelitian, keahlian klinis dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat.
• Pada EBM terdapat langkah-langkah, yaitu: Menformulasi pertanyaan dari pasien,
o Mencari bukti, Mengkritisi bukti, Menerapkan pada pasien dan Mengevaluasinya.
• EBM mutlak dilakukan oleh dokter karena dengan ia melakukan tindakan medis dengan berlandaskan bukti yang valid maka kualitas dan profesionalisme dokter tersebut meningkat, tentunya berimplikasi pada meningkatnya kesehatan masyarakat pada umumnya.
• Bukti atau landasan ilmiah yang digunakan juga harus memenuhi syarat berikut ini:
Berasal dari penelitian yang metodologinya baik dan bukan berasal dari 1 sumber saja.
• Penelitian bukan merupakan penelitian lama, setidaknya 5-10 tahun terakhir. Karena perkembangan dunia medis sangatlah dinamis.
• o Relevan, reliable, dan objektif.
• Untuk menelusuri bukti di internet kita dapat menggunakan logika boolean yang fungsinya mempermudah pencarian kita pada situs-situs mesin pencari atau jurnal-jurnal ilmiah. Logika boolean ini contohnya AND, NOT, (), “ “. Contoh penggunaanya: flu AND burung. Maka hasil yang kita temui tentang artikel yang mencantumkan “flu” dan “burung”, baik itu terpisah ataupun berdampingan. Kemudian “flu burung”, hasil yang kita dapatkan adalah artikel yang terdapat kalimat flu burung secara berdampingan.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari materi yang telah diuraikan pada Studi Pustaka dan dalam kaitannya dengan kasus skenario, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
EBM adalah pengambilan keputusan dengan berbasis bukti ilmiah. Bukti itu dapat diperoleh memalui buku, jurnal ilmiah internet, atau opini para ahli.
EBM mutlak diperlukan untuk seorang dokter agar kualitas dan profesionalismeya meningkat dan tidak perlu khawatir dengan tuntutan malpraktek, karena ia telah bekerja sesuai prosedur yang ada.
Untuk melakukan pencarian bukti-bukti ilmiah pada internet dapat dilakukan dengan logika boolean dan mengakses free full text.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan ada beberpa hal penting yang perlu diperhatikan:
1. Perlu dibiasakan belajar berbasis bukti sedari kuliah agar saat mulai menghadapai pasien bisa mengambil bukti secara tepat.
2. Dalam menggunakan bukti ilmiah juga melihat relevan dan reliabelnya, karena informasi di dunia medis terus berkembang.
3. Dibutuhkan ketrampilan dalam menelusuri bukti ilmiah, hal itu perlu dilatih sejak dini.



DAFTAR PUSTAKA

Dwiprahasto, Iwan. Paradigma baru pendekatan medik berbasis bukti (evidence-based medicine) penerapan formularium obat, artikel pada website: www.dkk-bpp.com, diakses pada 12 Oktober 2009
Guyatt G. Evidence based medicine has come a long way, The second decade will be as exciting as the first, BMJ 2004;329:9901
Harden R M, Grant J, Buckley G and Hart I R., 1999. BEME Guide No 1: Best Evidence Medical Education. Medical Teacher 21, 6, pp 553-62
Soeleman, Koentjoro. Evidence Based Medicine. Artikel ini pada website: www.fk.uwks.ac.id, diakses pada 12 Oktober 2009
Pandhita, S. Gea, Implikasi Kedokteran Defensif, artikel ini pada website: http://www.scribd.com, diakses pada 13 Oktober 2009
Sackett DL, Richardson WS, Rosen-berg WMC, Haynes RB. 2000. Evidence-based medicine. How to practice and teach EBM. London: Churchill Livingstone Edinburgh
Sopyan, Yayan. 2005. Cara Cerdik Mencari Informasi di Internet. Tangerang: PT Kawan Pustaka
Wirjo, Hananto. 2002. Kajian Klinik Makalah Ilmiah Kedokteran Klinik menurut Kedokteran Berbasis Bukti (KBB). Jakarta: Sagung Seto
Zulharman, Best Evidence Medical Education (BEME),Pendidikan Kedokteran berbasis bukti, artikel pada website: http://zulharman79.wordpress.com, diakses pada 11 Oktober 2009