Minggu, 29 Agustus 2010

Faktor Resiko dan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular


Faktor Resiko dan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
 “Apakah itu epidemiologi Penyakit Tidak Menular dan Faktor Resiko?
Teman saya bertanya ketika melihat penyakit hipertensi telah berada pada urutan ke 6 dari 10 penyakit terbesar dari pasien kunjungan rawat jalan pada Puskesmas se Kabupaten Polewali Mandar di tahun 2009 (Lihat/tekan gambar disamping). Dan Hipertensi alias tekanan darah tinggi itu adalah faktor resiko terjadi STROKE dan berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan sistem peredaran darah pada tubuh. Tahun-tahun sebelumnya penyakit ini hanya berada pada urutan ke 9 dan 10. Saya hanya bisa menjawab yang perlu diketahui dari epidemiologi penyakit tidak menular dan factor resiko adalah  dimulai dari pemahaman tentang Epidemiologi  yaitu ilmu atau dalam ilmu terapan  adalah study atau kajian tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan pada kelompok masyarakat. Penyakit  yang dikaji  bisa penyakit menular, bisa juga penyakit tidak menular. Inti kajiannya  adalah ditemukan penyebab. Pada penyakit menular diistilakan dengan ETIOLOGI dan pada penyakit tidak menular di istilahkan dengan FAKTOR RESIKO, pengertian dari faktor resiko itu adalah karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita induvidu yang mana secara statistic  berhubungan dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok masyarakat). Dari factor resiko inilah dapat ditentukan tindakan pencegahan dan penanggulangan.
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat atau kelompok masyarakat— bukan induvidu—Kunci dari ilmu epidemiologi itu adalah ditemukannya penyebab, bisa penyebab penyakit, bisa penyebab masalah kesehatan atau masalah pelayanan kesehatan.  Penyakit itu sendiri ada yang menular ada juga yang tidak menular. Khusus penyakit tidak menular yang perlu diketahui pada dasarnya adalah FAKTOR RESIKOnya.
Pada awal-awal perkembangan ilmu epidemiologi,  lebih dikhususkan pada  penyakit menular, etiologi adalah kuncinya atau penyebab  biologis dari suatu penyakit infeksi, terjadi karena adanya infeksi mikro organisme (organisme yang sangat kecil) misalnya  virus, bakteri dan lain-lain. Sekarang bukan saja penyakit menular yang sering terjadi, tetapi juga penyakit-penyakit yang tidak menular. Sehingga dalam epidemiologi penyakit tidak menular dipakai istilah FAKTOR RESIKO — bukan etiologi—–karena bukan menyangkut penyakit infeksi.
Penyakit Tidak Menular adalah penyakit kronik  atau  bersifat kronik —menahun–alias berlangsung lama, tapi ada juga yg kelangsungannya mendadak misalnya saja keracunan misalnya penyakit kangker. tubuh yang terpapar  unsur kimia dan lain-lian. Penyakit tidak menular adalah Penyakit non-Infeksi  karena penyebabnya bukan mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganime dalam terjadinya penyakit tidak menular misalnya luka karena tidak diperhatikan bisa terjadi infeksi.. Penyakit tidak menular adalah Penyakit degeneratif  karena berhubungan dengan proses degenerasi (ketuaan). Dan Penyakit Tidak Menular adalah New comminicable disease karena dianggap dapat menular melalui gaya hidup, gaya hidup dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global. Pengertian-pengertian dasar ini harus difahami dengan baik. Intinya atau subtansinya dalam epidemiologi penyakit tidak menular adalah ditemukannya penyebab dalam hal ini atau yang dipakai adalah istilah ditemukannya FAKTOR RESIKO sebagai faktor penyebab.
Faktor resiko adalah karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita induvidu yang mana secara statistic  berhubungan dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok masyarakat), seperti yang dijelaskan oleh oleh Simbong SW dalam epidemiologi penyakit tidak menular, yang di tulis kembali oleh MN Bustam, 2000. MN. Bustam adalah dosen penulis ketika kuliah di FKM-UNHAS)
Karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita induvidu dan ditemukan juga  pada induvidu-induvidu yang lain, bisa dirubah, ada juga yang tidak dapat bisa dirubah atau tepatnya :
  1. Factor resiko yang tidak dapat dirubah misalnya umur dan genetic
  2. Factor resiko yang dapat di rubah misalnya kebiasaan merokok atau latihan olah raga
Ada juga karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita pada induvidu  dan ditemukan juga secara  tidak  stabil pada individu-induvidu yang lain dalam suatu kelompok masyarakat  yaitu
  1. Factor resiko yang dicurigai yaitu  factor-faktor yang belum mendapatkan dukungan sepenuhnya dari hasil-hasil penelitian sebagai factor resiko misalnya merokok sebagai penyebab kangker rahim
  2. Factor resiko yang  telah ditegakkan yaitu factor resiko yang telah mantap mendapat dukungan ilmiah/penelitian dalam peranannya sebagai factor yang berperan dalam kejadian sutau penyakit. Misalnya merokok sebagai factor resiko terjandinya kangker paru
Faktor resiko juga dapat dilihat dari Karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita pada induvidu  dan induvidu-induvidu lainnya sebagai factor resiko  dalam keadaan angka frekwensi yang kuat dan lemah. Atau dapat didokumentasikan dengan baik dan didokumentasikan dengan kurang baik.
Kegunaannya  daripada factor resiko ini, pada dasarnya untuk mengetahui proses terjadinya penyakit dalam hal ini penyakit tidak menular. Misalnya :
  1. Untuk memprediksi, meramalkan kejadian penyakit, misalnya perokok berat mempunyai kemungkinan 10 kali untuk kanker paru daripada bukan perokok.
  2. Untuk memperjelas penyebab artinya kejelasan atau beratnya factor resiko dapat  menjadikannya sebagai factor penyebab, tentunya setelah menghilangkan pengaruh dan factor pengganggu  sehingga factor resiko itu adalah factor penyebab.
  3. Untuk mendiagnosa artinya membantu proses diagnose
Kapan suatu factor resiko dapat ditegakkan sebagai factor resiko? Dalam epidemiologi dapat  atau biasa dilakukan dengan memakai konsep kausalitas sebab musebab (hubungan kausa), menurut para ahli kausalitas ada  8 kriteria (Hill 1965) yaitu
  1. Kekuatan yang dapat dilihat dari adanya resiko relative yang tinggi
  2. Temporal atau menurut urutan waktu, selalunya sebab-musebab mendahului akibat.
  3. Respon terhadap dosis paparan yang dapat menyebabkan penyakit
  4. Reversibilitas dimana paparan yang menurun akan diikuti penurunan kejadian penyakit
  5. Konsistensi yang diartikan kejadian yang sama akan berulang pada waktu, tempat dan penelitian yang lain
  6. Biologis atau yang berhubungan dengan fisiologis tubuh
  7. Spesifitas yang dilihat dari satu penyebab menyebabkan satu akibat
  8. Analogi yang diartikan adanya kesamaan untuk penyebab dan akibat yang serupa.
Menentukan besar factor resiko dapat dilakukan dengan menghitung besarnya resiko relative atau odds rasio. Perhitungan ini berdasarkan perbedaan rate antara inciden populasi yang terpapar (Exposure) dengan yang tidak terpapar (Non Exposure) pada kelompok yang sakit (kasus) dan tidak sakit (kontrol). Perhitungan ini dikaitkan dengan jenis-jenis metode penelitian epidemiologi dan bisa juga dengan melihat frekwensi penyakitnya.


Perlu juga diketahui pengertian factor resiko dan prognosis. Secara umum dapat dikatakan bahwa prognosis menujukkan berapa besar kemungkinan mati akibat dari keadaan sakit. Sedangkan factor resiko adalah berapa besar kemungkinan sakit dari seorang yang sehat.
Untuk upaya pencegahan, sebenarnya upaya pencegahan pada penyakit tidak menular praktisnya hanya ditujukan kepada factor resiko yang telah diidentifikasi. misalnya pada penyakit stroke dimana hipertensi dianggap sebagai factor resiko utama, tentunya pencegahannya adalah menurunkan tekanan darah yang tinggi (hipertensi). Selaian itu ada pendekatan yang menggabungkan ketiga bentuk pencegahan dengan 4 faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit :
  1. Gaya hidup (life style)
  2. Lingkungan (environment)
  3. Biologis
  4. Pelayanan kesehatan (delivery health)
Misalnya  untuk pencegahan penyakit stroke dengan hipertensi sebagai Faktor Resiko diatas maka dilakukan intervensi kepada “gaya hidup” dengan melakukan reduksi stress, makan makanan yang rendah garam, lemak dan kalori, olah raga, tidak merokok dan lain-lain.  Untuk “lingkungan” dengan menyadari stress akibat kerja. Untuk “biologi” dapat dilihat dari jenis kelamin riwayat keluarga dalan –lain-lain. Dan yang terakhir “pelayanan kesehatan” dengan memberikan pendidikan atau penyuluhan  kesehatan dan  pemeriksaan tensi
Untuk Upaya pencegahan dengan menggunakan Prinsip upaya pencegahan penyakit lebih baik dari mengobati tetap juga berlaku untuk penyakit tidak menular, upaya pencegahan penyakit tidak menular ditujukan kepada faktor resiko yang telah diidentifikasi. Ada 4 tingkat pencegahan dalam epidemiologi itu adalah
  1. Pencegahan primordial dimaksudkan untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya. Upaya ini sangat komplek, tidak hanya merupakan upaya dari kesehatan tapi multimitra.
  2. Pencegahan tingkat pertama, meliputi  Promosi  kesehatan masyarakat, misalnya : kampanye kesadaran masyarakat, promosi kesehatan, pendidikan kesehatan masyarakat. Yang lainnya adalah Pencegahan khusus, misalnya : pencegahan keterpaparan, pemberian kemopreventif
  3. Pencegahan tingkat kedua meliputi Diagnosis dini, misalnya dengan melakukan screening. Pencegahan tingkat dua lainya adalah Pengobatan, kemoterapi atau tindakan bedah
  4. Pencegahan tingkat ketiga meliputi rehabilitasi, misalnya perawatan rumah jompo, perawatan rumah sakit.
Kesimpulannya yang perlu diketahui dari epidemiologi penyakit tidak menular dan factor resiko adalah  dimulai dari pemahaman tentang Epidemiologi  yaitu ilmu atau dalam ilmu terapan  adalah study atau kajian tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan pada kelompok masyarakat. Penyakit  yang dikaji  bisa penyakit menular,  bisa juga penyakit tidak menular. Intinya kajian  adalah ditemukan penyebab. Pada penyakit menular diistilakan dengan ETIOLOGI dan pada penyakit tidak menular di istilahkan dengan FAKTOR RESIKO yaitu karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita induvidu yang mana secara statistic  berhubungan dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok masyarakat). Dari factor resiko inilah dapat ditentukan tindakan pencegahan dan penanggulangan

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN


   LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

PERSYARATAN PENELITIAN :
1. Mengikuti konsep ilmiah;
2. Sistematis : Pola tertentu;
3. Terencana

PENELITIAN DIKATAKAN BAIK BILA:
1. Purposiveness (Tujuan yang jelas)
2. Exactitude (Dilakukan dengan hati-hati, cermat, teliti)
3. Testability (Dapat diuji atau dikaji)
4. Replicability (Dapat diulang oleh peneliti lain)
5. Precision and Confidence (Memiliki ketepatan dan keyakinan jika dihubungkan    dengan populasi atau sampel)
6. Objectivity (Bersifat objektif)
7. Generalization (Berlaku umum)
8. Parismony (Hemat, tidak berlebihan)
9. Consistency (data atau ungkapan yang digunakan harus selalu sama bagi kata atau ungkapan yang memiliki arti sama)
10. Coherency (Terdapat hubungan yang saling menjalin antara satu bagian dengan bagian lainnya)

PROSEDUR / LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN : Garis besar :
a. Pembuatan rancangan;
b. Pelaksanaan penelitian;
c. Pembuatan laporan penelitian

Bagan arus kegiatan penelitian
1. Memilih Masalah; memerlukan kepekaan
2. Studi Pendahuluan; studi eksploratoris, mencari informasi;
3. Merumuskan Masalah; jelas, dari mana harus mulai, ke mana harus pergi dan dengan apa
4. Merumuskan anggapan dasar; sebagai tempat berpijak, (hipotesis);
5. Memilih pendekatan; metode atau cara penelitian, jenis / tipe penelitian : sangat emenentukan variabel apa, objeknmya apa, subjeknya apa, sumber datanya di mana;
6. Menentukan variabel dan Sumber data; Apa yang akan diteliti? Data diperoleh dari mana?
7. Menentukan dan menyusun instrumen; apa jenis data, dari mana diperoleh? Observasi, interview, kuesioner?
8. Mengumpulkan data; dari mana, dengan cara apa?
9. Analisis data; memerlukan ketekunan dan pengertian terhadap data. Apa jenis data akan menentukan teknis analisisnya
10. Menarik kesimpulan; memerlukan kejujuran, apakah hipotesis terbukti?
11. Menyusun laporan; memerlukan penguasaan bahasa yang baik dan benar.

Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-langkah tertentu. Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah.

Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian.
2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin
dipecahkan.
3. Membangun sebuah bibliografi.
4. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah.
5. Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.
6. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data
atau bukti, baik langsung ataupun tidak langsung.
7. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok
dasar dalam masalah.
8. Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak.
9. Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak.
10. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan.
11. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa.
12. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi.
13. Mengatur data untuk persentase dan penampilan.
14. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki).
15. Menulis laporan penelitian

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN (Suryabrata, 1989)
A. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah Penelitian
1. Identifikasi masalah penelitian
Sumber:
a. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian
b. Seminar, diskusi, konferensi dan lain-lain pertemuan ilmiah
c. Pernyataan pemegang otoritas
d. Pengamatan selintas
e. Pengalaman pribadi
f. Perasaan intuitif

2. Pemilihan masalah penelitian
Pertimbangan:
a. Pertimbangan dari arah masalahnya
b. Pertimbangan dari arah calon peneliti
3. Perumusan masalah penelitian
a. Perumusan hendaklah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya
b. Rumusan hendaklah padat dan jelas
c. Rumusan itu hendaknya memberi petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu

B. Penelaahan Kepustakaan
1. Penelaahan sumber-sumber yang berupa buku
2. Pemilihan berdasarkan pada prinsip:
a. Relevansi
b. Kemutakhiran (kecuali studi sejarah)
3. Penelaahan sumber-sumber yang berupa laporan hasil penelitian
Penilikan berdasarkan atas prinsip
a. Relevansi
b. Kemutakhiran
c. Bobot

C. Perumusan Hipotesis
Perumusan hipotesis hendaklah mempertimbangkan:
a. Hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih
b. Hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan.
c. Hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat
d. Hipotesis hendaklah dapat diuji, artinya hendaklah orang mungkin mengumpulkan data menguji kebenaran hipotesis itu
Secara garis besar dapat dibedakan:
1) Hipotesis tentang hubungan
2) Hipotesis tentang perbedaan

D. Identifikasi, Klasifikasi dan Pendefinisian Variabel 1. Mengidentifikasi variabel.
Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti

2. Mengklarifikasi variabel
Berdasarkan proses kauantifikasinya, variabel digolongkan menjadi:
a. Variabel nominal
b. Variabel ordinal
c. Variabel interval
d. Variabel rasio

Berdasarkan atas fungsinya dalam penelitian variabel dibedakan menjadi:
a. Variabel tergantung
b. Variabel bebas
c. Variabel moderator
d. Variabel kendali
e. Variabel rambang

3. Merumuskan definisi operasional variabel-variabel
Definisi operasional dirumuskan berdasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi)
a. Yang berdasar atas kegiatan-kegiatan (operations) yang harus dilakukan agar yang didefinisikan itu terjadi
b. Yang berdasar atas bagaimana hal yang didefinisikan itu nampaknya (seringkali menunjuk kepada alat pengambil datanya)

E. Pemilihan atau Pengembangan Alat Pengambil Data
Alat pengambil data harus memenuhi syarat-syarat:
1. Validitas
2. Reliabilitas

F. Penyusunan rancangan penelitian
G. Penentuan sampel

H. Pengumpulan data

I. Pengolahan dan analisis data

J. Interpretasi hasil analisis

K. Penyusunan laporan


STATISTIK INFERENS


Statistik Inference (Statistik Kesehatan Masyarakat)

Pendahuluan

1.1 Sejarah statistik
Penggunaan istilah statistika berakar dari istilah istilah dalam bahasa latin modern statistikum collegium (“dewan negara”) dan bahasa Italia statista (“negarawan” atau “politikus”).
Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai “ilmu tentang negara (state)”. Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi “ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data”. Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistiks) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah setiap saat.
Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 statistika mulai banyak menggunakan bidang-bidang dalam matematika, terutama probabilitas. Cabang statistika yang pada saat ini sangat luas digunakan untuk mendukung metode ilmiah, statistika inferensi, dikembangkan pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh Ronald Fisher (peletak dasar statistika inferensi), Karl Pearson (metode regresi linear), dan William Sealey Gosset (meneliti problem sampel berukuran kecil). Penggunaan statistika pada masa sekarang dapat dikatakan telah menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan, mulai dari astronomi hingga linguistika. Bidang-bidang ekonomi, biologi dan cabang-cabang terapannya, serta psikologi banyak dipengaruhi oleh statistika dalam metodologinya. Akibatnya lahirlah ilmu-ilmu gabungan seperti ekonometrika, biometrika (atau biostatistika), dan psikometrika.
Meskipun ada pihak yang menganggap statistika sebagai cabang dari matematika, tetapi sebagian pihak lainnya menganggap statistika sebagai bidang yang banyak terkait dengan matematika melihat dari sejarah dan aplikasinya. Di Indonesia, kajian statistika sebagian besar masuk dalam fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, baik di dalam departemen tersendiri maupun tergabung dengan matematika.
1.2 Definisi
Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data. Istilah ‘statistika’ (bahasa Inggris: statistiks) berbeda dengan ‘statistik’ (statistik). Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data, sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritma statistika pada suatu data. Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data; ini dinamakan statistika deskriptif. Sebagian besar konsep dasar statistika mengasumsikan teori probabilitas. Beberapa istilah statistika antara lain: populasi, sampel, unit sampel, dan probabilitas.
Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam (misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial (termasuk sosiologi dan psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan industri). Statistika juga digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai macam tujuan; sensus penduduk merupakan salah satu prosedur yang paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang popular adalah prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan sebelum pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau quick count. Di bidang komputasi, statistika dapat pula diterapkan dalam pengenalan pola maupun kecerdasan buatan.
1.3 Konsep Dasar
Dalam mengaplikasikan statistika terhadap permasalahan sains, industri, atau sosial, pertama-tama dimulai dari mempelajari populasi. Makna populasi dalam statistika dapat berarti populasi benda hidup, benda mati, ataupun benda abstrak. Populasi juga dapat berupa pengukuran sebuah proses dalam waktu yang berbeda-beda, yakni dikenal dengan istilah deret waktu.
Melakukan pendataan (pengumpulan data) seluruh populasi dinamakan sensus. Sebuah sensus tentu memerlukan waktu dan biaya yang tinggi. Untuk itu, dalam statistika seringkali dilakukan pengambilan sampel (sampling), yakni sebagian kecil dari populasi, yang dapat mewakili seluruh populasi. Analisis data dari sampel nantinya digunakan untuk menggeneralisasi seluruh populasi.
Jika sampel yang diambil cukup representatif, inferensial (pengambilan keputusan) dan simpulan yang dibuat dari sampel dapat digunakan untuk menggambarkan populasi secara keseluruhan. Metode statistika tentang bagaimana cara mengambil sampel yang tepat dinamakan teknik sampling.
Analisis statistik banyak menggunakan probabilitas sebagai konsep dasarnya. Sedangkan matematika statistika merupakan cabang dari matematika terapan yang menggunakan teori probabilitas dan analisis matematis untuk mendapatkan dasar-dasar teori statistika.
Ada dua macam statistika, yaitu statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika deskriptif berkenaan dengan deskripsi data, misalnya dari menghitung rata-rata dan varians dari data mentah; mendeksripsikan menggunakan tabel-tabel atau grafik sehingga data mentah lebih mudah “dibaca” dan lebih bermakna. Sedangkan statistika inferensial lebih dari itu, misalnya melakukan pengujian hipotesis, melakukan prediksi observasi masa depan, atau membuat model regresi.
  • Statistika deskriptif berkenaan dengan bagaimana data dapat digambarkan dideskripsikan) atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik), untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut, sehingga lebih mudah dibaca dan bermakna.
  • Statistika inferensial berkenaan dengan permodelan data dan melakukan pengambilan keputusan berdasarkan analisis data, misalnya melakukan pengujian hipotesis, melakukan estimasi pengamatan masa mendatang (estimasi atau prediksi), membuat permodelan hubungan (korelasi, regresi, ANOVA, deret waktu), dan sebagainya

1.4 Tipe pengukuran

Ada empat tipe pengukuran atau skala pengukuran yang digunakan di dalam statistika, yakni: nominal, ordinal, interval, dan rasio. Keempat skala pengukuran tersebut memiliki tingkat penggunaan yang berbeda dalam riset statistik.
  • Skala nominal hanya bisa membedakan sesuatu yang bersifat kualitatif (misalnya: jenis kelamin, agama, warna kulit).
  • Skala ordinal selain membedakan juga menunjukkan tingkatan (misalnya: pendidikan, tingkat kepuasan).
  • Skala interval berupa angka kuantitatif namun tidak memiliki nilai nol mutlak (misalnya: tahun, suhu dalam Celcius).
  • Skala rasio berupa angka kuantitatif yang memiliki nilai nol mutlak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hipotesis
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekan. Jika asumsi atau dugaan itu dikhususkan mengenai populasi. Umumnya mengenai nilai-nilai parameter populasi,maka hipotesis itu disebut hipotesis statistik.
A. Macam-macam Hipotesis
  1. Hipotesis Nol (Ho)
yaitu hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaaan suatu kejadian antara kedua kelompok dan tidak ada hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain.
2.Hipotesis Alternatif (Ha)
yaitu hipotesis yang menyatakan ada perbedaan kejadian antara kedua kelompok dan ada hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain.
B. Pengambilan Keputusan
  1. Setiap Uji Statistik akan memperoleh nilai probabilitas(p).
  2. Nilai p: Probabilitas hipotesis nol sesuai dengan hasil penelitian.
  3. Jika p besar maka hipotesis nol (Ho) diterima,jika p kecil maka Ho ditolak.
  4. Besar kecilnya probabilitas (p) ditentukan oleh alfa.
C. Kesalahan Pengambilan Keputusan
Untuk pengujian hipotesis,penelitian dilakukan,sample acak diambil,nilai-nilai statistik yang perlu dihitung kemudian dibandingkan menggunakan kriteria tertentu dengan hipotesis.jika hasil yang didapat dari penelitian itu,dalam pengertian peluang jauh berbeda dari hasil yang diharapkan terjadi berdasarkan hipotesis,maka hipotesis ditolak. Jika terjadi sebaliknya,hipotesis diterima. Ada dua macam kesalahan yang dapat terjadi,yaitu:
  1. a. Kesalahan tipe I atau alfa (α)
  2. Peneliti menolak Ho,padahal sesungguhnya Ho benar.
  3. Dalam penggunaannya, α disebut pula taraf signifikan atau taraf arti atau sering disebut taraf nyata.
  4. Peluang untuk tidak melakukan kesalahan tipe ini adalah sebesar 1 – α (convidence level/tingkat kepercayaan).
  5. b. Kesalahan tipe II atau beta (β)
  6. Peneliti tidak menolak Ho,padahal sesungguhnya Ho salah.
  7. Peluang untuk tidak melakukan kesalahan tipe ini adalah sebesar 1-ß dan dikenal dengan tingkat kekuatan uji(power of the test)
D. Langkah-langkah pengujian Hipotesis
  1. Tentukan hipotesis nol(Ho) dan hipotesis alternatif(Ha).
  2. Tentukan derajat kemaknaan (α)
  3. Tentukan jenis uji statistik yang sesuai
  4. Hitung nilai uji statistiknya.
  5. Hitung p value atau bandingkan nilai statistik dengan nilai tabel.
Keputusan:
  1. a. p ‹ α à Ho ditolak à simpulkan Ha
  2. b. P ≥ α àHo diterima àsimpulkan Ho
E. Arah Uji Hipotesis
1) One tail (satu pihak)
Bila Ha menyatakan arah tidak sama,hal yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain.
  1. 1. Pihak kanan
Apabila Ha lebih besar,maka dalam distribusi yang digunakan didapat sebuah daerah kritis yang letaknya diujung sebelah kanan.
  1. 2. Pihak kiri
Apabila Ha lebih kecil,maka dalam distribusi yang digunakan didapat sebuah daerah kritis yang letaknya diujung sebelah kiri.
2) two tail (dua pihak)
Bila Ha tidak sama dengan Ho berarti terdapat nilai yang lebih besar dan lebih kecil dari suatu batas kritis. Ini berarti terdapat dua daerah penolakan hipotesis nol. Secara statistic,pengujian tersebut dinamakan pengujian dua arah atau dua pihak.














Daerah kritis                                            Daerah kritis
Contoh soal:
Pengusaha lampu pijar A mengatakan bahwa lampunya bisa tahan pakai sekitar 800 jam. Akhir-akhir ini timbul dugaan bahwa masa pakai lampu itu telah berubah.Untuk menentukan hal ini,dilakukan penelitian dengan jalan menguji 50 lampu. Ternyata rata-ratanya 792 jam. Dari pengalaman,diketahui bahwa simpangan baku masa hidup lampu 60 jam. Selidikilah dengan taraf nyata 0,05 apakah kualitas lampu itu sudah berubah atau belum.
Jawaban :
Memisalkan masa hidup lampu berdistribusi normal,maka kita akan menguji :
Ho       :           m = 800 jam,berarti lampu itu masa pakainya sekitar 800jam.
Ha        :           m ≠ 800jam,berarti kualitas lampu telah berubah dan bukan 800 jam lagi.
Dari pengalaman diatas,simpangan baku σ = 60 jam
2.2 Uji Beda Dua Mean
Uji beda dua mean adalah uji statistik yang membandingkan mean dua kelompok data. Sebelum kita melakukan uji statistik dua kelompok data, kita perlu perhatikan apakah dua kelompok data tersebut berasal dari dua kelompok yang independen atau berasal dari dua kelompok yang dependen/ pasangan. Dikatakan kedua kelompok data independen bila data kelompok yang satu tidak tergantung dari data kelompok kedua, misalnya membandingkan mean tekanan darah sistolik orang desa dengan orang kota.tekanan darah orang kota independen (tidak tergantung) dengan orang desa. Dilain pihak kedua kelompok data dikatakan dependen/ pasangan bila kelompok data yang dibandingkan datanya saling mempunyai ketergantungan, misalnya, data berat badan sebelum dan sesudah mengikuti program diet berasal dari orang yang sama (data sesudah dependen / tergantung dengan data sebelum).
A.Macam-macam Uji Beda Dua Mean
Uji beda dua mean dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
  1. 1. Uji beda dua mean independen
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui perbedaan mean dua kelompok data independen. Syarat / asumsi yang harus dipenuhi adalah:
  1. Data berdistribusi normal / simetris
  2. Kedua kelompok data independen
  3. Variable yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik (dengan hanya dua kelompok).
Uji homogenitas varian
Prinsip pengujian dua mean adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data.oleh karena itu, dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah varian kedua kelompok yang di uji sama atau tidak.bentuk varian kelompok data akan berpengaruh pada nilai standard error yang akhirnya akan membedakan rumus pengujiannya. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui varian antara kelompok data satu apakah sama dengan kelompok data yang kedua. Perhitungannya dengan menggunakan uji F :
F =      S12
S22
df1= n1-1
df2= n2-1
  1. 1. Uji untuk varian sama
Uji beda dua mean dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z atau uji T. uji Z dapat digunakan bila standar deviasi populasi () diketahui dan jumlah sampel besar (lebih dari 30). Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka dilakukan uji T. Pada umumnya nilai σ sulit diketahui, sehingga uji beda dua mean biasannya menggunakan uji T (T-Test). Untuk varian yang sama, bentuk ujinya adalah :
T  =           X1 – X2
Sp √ (1/n1) + (1n2)
Sp2 =    (n1-1) S12 + (n2-1) S22
n1 + n2-2
df = n1 + n2 – 2
keterangan :
n1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2
S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelomok 1 dan 2
contoh kasus
seorang pejabat Depkes berpendapat bahwa rata-rata nikotin yang dikandung rokok jarum lebih tinggi dibandingkan rokok wismilak.untuk membuktikan pendapatnya, dilakukan penelitian dengan mengambil sampel secara random 10 batang rokok jarum dan 8 batang rokok wismilak. Dari hasil pengolahan data dilaporkan bahwa rata-rata kadar nikotin rokok jarum adalah 23,1 mg dengan standar deviasi 1,5 mg. sementara itu, kadar nikotin pada rokok wismilak rata-rata 20,0 mg dengan standar deviasi 1,7 mg. berdasarkan data tersebut ujilah pendapat pejabat Depkes tersebut dengan menggunakan alpha 5%!
Jawab :
Langkah pertama adalah melakukan pemeriksaan homogenitas varian kedua data dengan menggunakan uji F.
Hipotesis :
Ho : σ12= σ22 (varian kadar nikotin jarum sama dengan varian kadar nikotin wismilak)
Ha : σ12= σ22 (varian kadar nikotin jarum berbeda dengan varian kadar nikotin wismilak)
Perhitungan uji F :
F = (1,7)² / (1,5)² = 1,28
df1 = 8 – 1 = 7 dan df2 = 10 – 1 = 9
Dari nilai F dan kedua df tersebut kemudian dilihat pada table F. df1 = 7 sebagai numerator, dan df2 = 9 sebagai denominator.
Pada soal di atas diperoleh nilai F = 1,28 dan terlihat angka tersebut di atas angka 2,51 pada area 0,100 artinya nilai P > 0,100, sehingga keputusannya : Ho gagal ditolak. Ini berarti varian kadar nikotin rokok jarum sama dengan varian kadar nikoton rokok wismilak.
Langkah selanjutnya adalah menguji perbedaan mean kedua kelompok data tersebut dengan menggunakan uji t untuk xarian yang sama :
Hipotesis :
Ho : µ1= µ2 (mean kadar nikotin jarum sama dengan mean kadar nikotin wismilak)
Ha : µ1>µ2 ( mean kadar nikotin jarum lebih tinggi dibandingkan wismilak).
Dengan Ha seperti di atas berarti ujimya dengan one tail (satu arah / satu sisi).
Perhitungan uji t :
t = 4,1
df = 10+8-2=16
kemudian dicari nilai p dengan table distribusi t.
pada soal di atas diperoleh nilai t = 4,1 dengan df = 16, maka nilai tersebut terletak di sebelah kanan dari nilai 2,921. Berarti nilai p-nya adalah <0,0005 (karena ujinya one tail, nilai p langsung dapat digunakan tidak perlu lagi dikalikan dua).
Keputusan uji statistik
Hasil perhitungan menghasilkan nilai p< 0,0005 yang lebih kecil daripada nilai alpha (0,05), maka dapat diputuskan Ho ditolak. Dengan menggunakan alpha 5% dapat disimpulkan bahwa secara statistik kadar nikotin jarum memang lebih tinggi dibandingkan kadar nikotin rokok wismilak (p<0,0005).
  1. 2. Uji untuk varian berbeda
Untuk varian yang berbeda, bentuk ujinya menggunakan uji beda dua mean uji T (T-Test) dengan varian berbeda. Bentuk rumusnya adalah :
T =            X1 – X2
√(S12/n1) + (S22/n2)
Untuk degree of freedom tidak bisa dengan rumus biasa (df = n1 + n2 – 2), tetapi dengan menggunakan rumus khusus berikut :
df =            [(S12/n1) + (S22/n2)]2
[(S12/n1)2/(n1-1)]+[ (S22/n2)2/(n2-1)]
2.uji beda dua mean dependen (peired sampel)
Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji perbedaan mean antara dua kelompok data yang dependen. Syarat / asumsi yang harus ada dalam pengujian ini adalah :
  1. Distribusi data normal
  2. Kedua kelompok data dependen / pair
  3. Jenis variable adalah numerik dan kategarik (dua kelompok)
Rumus :
T  =         d
SD_d/√n
d = rata-rata deviasi / selisih sampel 1 dengan sampel 2
SD_d = standar deviasi dari deviasi / selisih sampel 1 dan sampel 2
Contoh
Seorang peneliti ingin mengetahui pengaruh vitamin B12 terhadap penyakit anemia. Sejumlah 10 penderita diberi suntikan vitamin B12 dan diukur kadar Hb darah sebelum dan sesudah pengobatan. Hasil pengukuran adalah :
Sesudah : 12,2  11,3  14,7  11,4  11,5  12,7  11,2  12,1  13,3  10,8
Sebelum : 13,0  13,4  16,0  13,6  14,0  13,8  13,5  13,8  15,5  13,2
Coba anda buktikan apakah ada perbedaan kadar Hb antara sebelum dan sesudah pemberian suntikan vit. B12, dengan alpha 5%!
Jawab :
Hipotesis :
Ho : δ= 0 (tidak ada perbedaan  kadar Hb antara sebelum dan sesudah pemberian vit. B12)
Ha : δ = 0 (ada perbedaan  kadar Hb antara sebelum dan sesudah pemberian vit. B12)
Perhitungan uji t :
Sesudah : 12,2  11,3  14,7  11,4  11,5  12,7  11,2  12,1  13,3  10,8
Sebelum : 13,0  13,4  16,0  13,6  14,0  13,8  13,5  13,8  15,5  13,2
Deviasi : 0,8  2,1  1,3  2,2  2,5  1,1  2,3  1,7  2,2  2,4. Jum : 18,6
Rata-rata deviasinya (d) = 18,6 /10 = 1,86
Standar deviasi dari nilai deviasinya (SD_d) :
S = √∑nί=1 (X1 – x)2
n – 1
= (0,8-1,86)² +  (1,1-1,86)² + (1,3-1,86)² +  (1,7-1,86)² + (2,1-1,86)² + (2,2-1,86)² + (2,2-1,86)² + (2,3-1,86)² + (2,4-1,86)² +  (2,5-1,86)²
= 1,1236 + 0,5776 + 0,3136 + 0,0256 + 0,0576 + 0,1156 + 0,1156 + 0,1936 + 0,2916 + 0,4096
= 3224 : 9
= 0,358
S = √0,358
= 0,598
= 0,60
t =         1,86
0,60/√10
t = 9,80
kemudian dari nilai t tersebut dicari nilai p dengan melalui table t.
dari soal di atas diperoleh t = 9,80 dan df = 10-1 =9, maka nilainya di sebelah kanan dari nilai table 3,250 (p=0,005) berarti nilai p < 0,005. Karena ujinya two tail, maka nilai p = 0,005 X 2 = nilai p<0,01.
Keputusan uji statistik
Hasil perhitungan menghasilkan nilai p<0,01 yang lebih kecil daripada nilai alpha (0,05), maka dapat diputuskan Ho ditolak. Jadi, dengan menggunakan alpha 5% dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada perbedaan kadar Hb antara sebelum dan sesudah diberi suntikan vitamin B12 (p<0,01).
2.3 ANOVA (Analisys Of Varians)
Anava atau anova adalah anonim dari analisis varian terjemahan dari of variance,sehingga banyak orang yang menyebutnya dengan anova .anova merupakaan bagian dari metode analisis statistika yang tergolong analisis komparatif(perbandingan)lebih dari dua rata.
  • Konsep dasar analisis varian
Walaupun digunakan  istilah analisis varian ,tetapi sebenarnya yang di analisis adalah nilai rata-rata dari berbagai variabel.dengan demikian ,analisis varian merupakan teknik analisis untuk membandingkan nilai rata-rata.
a. Anova satu jalur (one way-anova)
Tujuan dari uji anova satu jalur ialah untuk membandingkan lebih dari dua rata-rata.sedangkan gunanya untuk menguji  kemampuan generalisasi.anova satu jalur melihat perbandingan  lebih dari dua kelompok data.
Contohnya:perbedaan prestasi belajar statistik antara mahasiswa tugas belajar(X1),izin belajar(x2) dan umum(x3).
b. Anova dua jalur (two ways-anova)
Anova dua jalur di gunakan  untuk menguji hipotesis perbandingan lebih dari dua sampel dan setiap sampel terdiri dari atas dua jenis atau lebih secara bersama-sama.
Beberapa ketentuan menggunakan analisis varian/ anova.
Agar analisis varian dapat di gunakan sebaik-baiknya maka ada beberpa  ketentuan yang harus di perhatikan ,yaitu sebagai berikut:
  • Distribusi dimana sampel di ambil harus di asumsikan  berdistribusi normal atau mendekati normal. Oleh karna itu analisis varian sebaiknya di gunakan  untuk sampel besar.penggunaan sampel kecil  pada contoh  di atas hanya untuk mempermudah perhitungan  dan jumlah pengamatan pada tiap kelompok yang sama.bila jumlah pengamatan pada setiap kelompok tidak sama maka penghitungan rata-rata
  • Varian populasi pada setiap kelompok adalah sama
  • harus di hasil perhitungan nilai f lebih kecil 1 maka tidak bermakna.
2.4 Uji Hipotesis Beda Satu Pproporsi
Uji hipotesis beda satu pproporsi adalah Uji statistik antara pproporsi dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Tujuannya adalah untuk menguji perbedaan satu pproporsi dengan standar tertentu.
RUMUS
Z = X – πo
n
πo (1- πo)
n
Z = Nilai z
X = banyaknya kejadian
p0 = pproporsi anggapan atau standar
n = banyaknya sample
Contoh
Menurut pendapat pakar bahwa masyarakat mengikuti program KB baik secara mandiri atau ikut program pemerintah tidak melebihi 85% pendapat tersebut di uji dengan mengambil sampel 6800 masyarakat yang di identifikasi ke ikutsertaannya pada program KB berdasarkan penelitian di peroleh data, bahwa sebanyak5824 ikut program KB dan 976 orang tidak ikut program KB. Selidikilah dengan α = 10% apakah pendapat pakar tersebut benar?
Jawabannya:
Hipotesis
Ho = π = 85% (tidak beda proporsi peserta KB dengan 85%)
Ha= π > 85% (beda proporsi peserta KB dengan 85%)
Hitung:
Z = X – πo
n
πo (1- πo)
n
πo= 85% = 0,85
X = 5824
n= 6800
Z= 1,5048
Berarti Ho ditolak dan Ha diterima
Kesimpulan
Proporsi peserta KB beda lebih dari 85% pada α= 0,10
2.5 Uji Beda 2 Pproporsi atau lebih menggunakan Chi Square
Pengujian dengan chi square dapat digunakan untuk menguji pproporsi perbedaan parameter 2 populasi atau lebih.
Secara spesifik chi square dapat digunakan untuk menentukan:
¨            Ada tidaknya asosiasi antara 2 variabel (independency test)
¨            Apakah suatu kelompok homogen (homogenity test)
¨            Seberapa jauh suatu pengamatan sesuai dengan parameter yang dispesifikasikan (goodness of fit)
Agar pengujian hipotesis dengan chi square dapat digunakan dengan baik, maka hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut.
  • Jumlah sampel harus cukup besar untuk meyakinkan kita bahwa terdapat kesamaan antara distribusi teoritis dengan distribusi sampling chi square.
  • Pengamatan harus bersifat independen (unpaired). Ini berarti bahwa jawaban satu subjek tidak berpengaruh terhadapjawaban subjek lain atau satu subjek hanya satu kali digunakan dalam analisis.
  • Pengujian chi square hanya dapat digunakan untuk data deskrit(data kategori) atau data kontinu yang telah dikelompokan menjadi data kategori.
  • Jumlah frekuensi yang diharapkan harus sama dengan jumlah frekuensi yang diamati.
  • Pada derajat kebebasan sama dengan 1 (tabel 2×2) tidak boleh ada nilai ekspektasi ila nilai yang diharapkan yang sangat kecil. Secara umum, bila nilai yang diharapkan terletak dalam satu sel terlalu kecil (< 5) sebaiknya chi square tidak digunakan karena dapat menimbulkan taksiran yang berlebih (over estimate) sehingga banyak hipotesis yang ditolak.
Contoh soal:
Seorang dokter rumah sakit menyatakan bahwa frekuensi anemia pada ibu hamail dirumah sakit A sama dengan di rumah sakit B dan sama dengan di rumah sakit C. pernyataan tersebut akan diuji pada derajat kemaknaan 5%.
Pernyataan tersebut di uji dengan mengambil data secara independen pada ketiga rumah sakit tersebut. Sampel yang diambil adalah ibu hamail yang datang memeriksakan diri ketiga rumah sakit tersebut, masing-masing rumah sakit A= 50, rumah sakit B= 40, dan rumah sakit C= 60.
Frekuensi anemia ibu hamil selama pengamatan adalah sebagai berikut.
Anemia                                        Tidak Anemia
Rumah Sakit A                20                                                   30
Rumah Sakit B                25                                                   15
Rumah Sakit C                35                                                   25
Untuk memudahkan menghitung nilai ekspektasi maka dibuat tabel kontingensi 3×2 seperti berikut.
Anemia                      Tidak Anemia                        Jumlah
R S A               1) 20                                      2) 30                                     50
R S B               3) 25                                      4) 15                                       40
R S C               5) 35                                      6) 25                                      60
Jumlah                   80                                          70                                       150
Untuk memudahkan menghitung besarnya nilai ekspekstasi maka setiap sel diberi nomor urut.
E1 = (50×80) / 150 = 26,6
E2 = (50×70) / 150 = 23,3
E3 = (40×80) / 150 = 21,3
E4 = (40×70) / 150 = 19,3
E5 = (60×80) / 150 = 32,0
E6 = (60×70) / 150 = 28,0
Rumus =           χ2 = Σ (O-E)2
E
2.6 Korelasi Dan Regresi
Analisis korelasi dapat digunakan untuk mengadakan uraian tentang derajat hubungan linier antara satu variable dengan variable lain. Korelasi memang sering digunakan bersama dengan regresi untuk menjelaskan variasi variable dependen Y, tetapi korelasi sendiri dapat digunakan untuk mengukur derajat hubungan antara dua variable melalui koefisien determinasi dan koefisien korelasi.
  1. A. Macam-macam Korelasi
Koefisien determinasi r² (coefficient of determination)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara variable independent dengan variable dependen. Karena titik-titik koordinat yang membentuk garis regresi berasal dari sample maka disebut koefisien determinasi sample. Koefisien determinasi sample dibentuk berdasarkan perbandingan antara dua variasi, yaitu
  • Jumlah variasi nilai Y yang terletak disekitar garis regresi.
Rumus   ∑ (Y – Ŷ)²
  • Jumlah variasi nilai Y yang terletak disekitar rata-ratanya
Rumus   ∑ (Y – Y)2
Koefisien determinasi sample r2 adalah 1 dikurangi dengan perbandingan antara dua variasi di atas.
Rumus : r2 = 1 -  ∑ (Y – Ŷ)²
∑ (Y – Y)2
Nilai r² mempunyai dua nilai ekstrem, yaitu
  1. Bila hasil pengamatan menunjukkan bahwa perubahan yang tetap dari variable independent X diikuti oleh  perubahan yang tetap dari variable dependen X maka titik-titik koordinat yang dihasilkan tepat pada garis regresi disebut korelasi sempurna. Karena garis regresi tepat melalui perpotongan antara sumbu X dan sumbu Y maka a = 0.karena garis regresi sempurna berarti tidak ada penyimpangan dari titik-titik koordinat terhadap garis regresi. Ini berarti pula bahwa jumlah variasi terhadap garis regresi sama dengan 0.
  2. Bila perubahan nilai variable independent X diikuti oleh perubahan nilai variabel dependen Y pada jarak yang tepat atau nilai variabel dependennya tidak berubah hingga menghasilkan garis regresi yang horizontal sejajar dengan sumbu X, berarti b = 0 dan Y = a. bila nilai r² = 0 berarti antara variabel independent X dan variabel dependen Y tidak mempunyai korelasi linier. Dalam kenyataan, nilai r² terletakantara 0 dan 1. Bila r²  mendekati 1 maka korelasi makin kuat, sebaliknya bila r²  mendekati 0 maka korelasi makin lemah.
Rumus:
r² = a ∑Y +b∑XY – nY2
∑ Y2 – nY2
Koefisien korelasi : r
Koefisien korelasi merupakan akar dari koefisien determinasi.
Rumus    r = √r2
Bila nilai b positif maka r merupakan akar bilangan positif dan bila nilai b negative maka r merupakan akar bilangan negative. Jadi, r menyatakan arah korelasi antara dua variabel X dan Y. Bila dua variabel mempunyai korelasi positif maka r terletak antara 0 dan 1. Pada diagram pencar terlihat garis korelasi bergerak dari kiri bawah ke kanan atas. Sebaliknya, bila korelasi negative maka nilai r terletak antara 0 dan -1 dan pada diagram pencar terlihat garis korelasi bergerak dari kiri atas ke kanan bawah.
Koefisien korelasi, r tidak dapat diinterpretasi secara langsung, tetapi harus di kuadratkan dahulu dan interpretasinya sama dengan koefisien determinasi.
Korelasi biserial
Ini merupakan korelasi antara variabel kontinu dengan variabel bersifat dikotom.derajat asosiasi yang digunakan disebut Koefisien korelasi biserial.untuk dapat menghitung koefisien asosiasi biseral dibutuhkan beberapa asumsi :
  • variabel kontinu berdistribusi normal (y)
  • variabel kontinu berdistribusi normal (x)
  • regresi variabel (y) atas (x) berbentuk linier
rb = (y1- y2)pq
usy
Contoh Soal
Suatu survey ingin mengetahui hubungan antara usia dengan lama hari rawat di RS X tahun x,survey dengan mengambil sample 5 pasien dan hasilnya sebagai berikut
- Umur                         : 20 30 25 35 40 (tahun)
- lama di rawat : 5 6 5 7 8 (hari)
Hitung korelasinya dan interpretasikan
Jawabannya:
Pasien
Usia =  x
Lama hari rawat = y
X.Y
X2
Y2
1
2
3
4
5
20
30
25
35
40
5
6
5
7
8
100
180
125
245
320
400
900
625
1225
1600
25
36
25
49
64
Total
150
31
970
4750
199
r = {5*970-(150)(31)}/ v {5*4750-(150))2}{5*199-(31))2} = 0,97
interpretasi:hubungan umur dengan lama hari rawat menunjukkan hunungan yang sangat kuat (r = 0,97) dan berpola linier positif yang artinya,semakin tinggi usia pasien,semakin lama hari rawatnya.
B. Regresi
Analisis regresi berguna untuk mendapatkan hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih atau mendapatkan pengaruh antara variable predictor terhadap variable kriteriumnnya atau meramalkan pengaruh variable predictor terhadap variable kriteriumnya.
Persamaan analisis regresi ialah Ŷ= a + bX
Keterangan
Ŷ= Variabel kriterium
X = Variabel Prediktor
a = Bilangan Konstan
b = Koefisien arah regresi linear
koefisien arah regresi linear dinyatakan dengan huruf b yang juga menyatakan perubahan rata-rata variable y untuk setiap variable x sebesar satu bagian. Maksudnya ialah bila harga b positif, maka variable y akan mengalami kenaikan atau penambahan. Sebaliknya bila b negative, maka varibel y akan mengalami penurunan.
Contoh soal
X
y
2
3
3
1
2
2
3
2
3
1
1
1
Jawab :
Ha : terdapat hubungan funfsional linear dan signifikan antara variable x dan y
Ho : tidak terdapat hubungan fungsional yang linear dan signifikan antara variable x dengan y
Hipotesis statistik
Ha : r ≠ 0
Ho : r = 0
no
xi
yi
xiyi
X2i
Y2i
1
2
3
4
5
6
2
3
2
3
3
1
3
1
2
2
1
1
6
3
4
6
3
1
4
9
4
9
9
1
9
1
4
4
1
1
n=6
Sxi= 14
Syi = 10
S xiyi= 23
S X2i=36
S Y2i=20
a = (Syi)( S X2i) – (Sxi)( S xiyi)
nS X2i – (Sxi)2
a = 10×36 – 14×23
6×38 – 142
= 1,90
b= n S xiyi – (Sxi)( Syi)
nS X2i – (Sxi)2
= 6×23 – 14×10
6×38 – 142
= -0,10
Kemudian jika b sudah di hitung lebih dahulu,maka a dapat dihitung dengan rumus:
a = Y – bX
a = 1,67 – (-0,10)2,33 = 1,90
Kemudian masukkan nilai a dan b kedalam persamaan regresi:
Y = a + bX
Sehingga persamaan regresinya menjadi :
Y = 1,90 – 0,10X
Kesimpulan :
Hipotesis nol yang berbunyi “tidak terdapat hubungan yang positif,significant,dan linier antara variable X dengan variabel Y”,diterima. Sebaliknya,hipotesis alternatif yang berbunyi “terdapat hubungan yang positif,significant,dan linier antara variabel X dengan variabel Y”,ditolak.
Daftar Pustaka
Budiarto, eko. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC,2001
Sabri,luknis,dan susanto priyo hastono. Statistik Kesehatan.edisi.1-1.jakarta:pt.raja grafindo              persada,2006.
Sudjana. Metode Statistik.bandung:tarsito,2005.
Riduwan. Dasar-dasar Statistic.bandung:alfabeta,2003.
Usman, husaini dan purnomo setiady akbar. Pengantar Statistic.,Jakarta:bumi aksara.1995.