Minggu, 13 Juni 2010

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


Topik : Trauma muskuloskeletal
Sub Topik : Fraktur dan Dislokasi

Tujuan Pembelajaran
I. Kognitif
1. Menjelaskan klasifikasi dasar fraktur dan dislokasi
2. Menjelaskan gambaran klinis dari fraktur dan dislokasi
3. Menjelaskan penyembuhan fraktur dan dislokasi
4. Menjelaskan penatalaksanaan fraktur dan dislokasi
II. Psikomotorik
1. Dapat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien fraktur dan dislokasi
2. Dapat melakukan rujukan ke RS yang memiliki dokter bedah
III. Attitude
1. Menyediakan waktu untuk melakukan komunikasi dengan keluarga dan pasien
2. Memberikan informed consent pada pasien fraktur dan dislokasi


PENDAHULUAN

Peningkatan Jumlah trauma sistem muskuloskeletal meliputi fraktur, dislokasi, dan trauma jaringan lunak diakibatkan kecelakaan lalu lintas, pembangunan gedung serta industri serta kecelakaan rumah tangga serta olah raga. Masalah ini perlu penatalaksanaan yang sempurna untuk meminimalisasi angka cacat. Trauma sistem muskuloskeletal selain menimbulkan patah tulang/ fraktur dapat merusak jaringan lunak berupa luka, kerusakan otot, ligamen serta kapsul sendi.
Trauma pada tulang menimbulkan fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, rawan sendi serta epifise pada anak. Kerusakan tulang ini biasa disertai kerusakan jaringan lunak dan pembuluh darah, ada kalanya menimbulkan lesi saraf.
Tanda-tanda klasik fraktur adalah :
1. Adanya riwayat trauma
2. Timbul rasa nyeri
3. Pembengkakan
4. Deformitas
5. Nyeri lokal dan sumbu
6. Krepitasi
7. Fungsio laesa
Apabila terdapat tanda-tanda tersebut di atas, maka fraktur dapat didiagnosis secara klinis dengan “CARDINAL SIGN” adalah nyeri sumbu.




KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Berdasarkan terjadinya trauma, trauma langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Trauma langsung ditandai dengan terjadinya patah tulang ditempat trauma tersebut, kerusakan jaringan lunak dan biasanya garis fraktur tranversal atau kominutif, sedangkan trauma tidak langsung menimbulkan patah tulang tidak pada tempat trauma tersebut sedangkan jaringan lunak bervariasi kerusakannya.
2. Berdasarkan besar kecilnya kerusakan :
a. Fraktur sederhana (simple fracture), apabila tulang terbagi menjadi 2 fragmen.
b. Fraktur kominutif, apabila tulang terbagi menjadi lebih dari 2 fragmen.
3. Berdasarkan bentuk garis fraktur sebagai akibat traumanya , fraktur dibagi :
- Komplit atau Inkomplit
- Transversal, oblique, segmental dan spiral
- Kompresi
Pada anak-anak karena tulangnya masih lentur dapat terjadi fraktur inkomplit disebut “GREEN STICK fracture” atau “Plastic Fracture”. Seringkali pada anak terjadi patah tulang pada lempeng pertumbuhan epifise disebut : “Epiphyseal Fracture”





Hubungan antara tulang dengan jaringan lunaknya dapat dibagii menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.




Peranjakan atau pergeseran dari fragmen-fragmen fraktur tersebut terjadi akibat :
- Kekuatan trauma
- Gravitasi
- Tarikan otot
Sedangkan peranjakan atau pergeseran diatas menimbulkan istilah dalam pengelolaan fraktur berupa
- Alignment ( kesegarisan )
- Rotasi ( terpuntir )
- Diskrepansi ( perubahan panjang tungkai )



PENYEMBUHAN FRAKTUR
Penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap :
1. Kerusakan jaringan dan hematoma
2. Inflamasi dan Pembentukan sel
3. Pembentukan kalus
4. Konsolidasi
5. Remodelling



Tujuan akhir dari penatalaksanaan fraktur adalah “UNION” artinya :
- Perbaikan belum sempurna
- Nyeri masih ada
- Dibengkokkan nyeri sekali
- Garis fraktur masih nampak
- Masih perlu proteksi
Waktu yang dibutuhkan untuk tercapainya “union” ini bervariasi diantara anggota gerak atas dan bawah, jenis tulangnya, umur, KU, fraktur tertutup atau terbuka. Apa yang dimaksud dengan KONSOLIDASI ? artinya :
- Perbaikan sempurna
- Tak ada nyeri
- Garis fraktur menghilang
- Tak ada proteksi
Ada kalanya union tak tercapai, terjadi “DELAYED UNION” dimana terjadi keterlambatan penyambungan melewati waktu yang diperkirakan. Jika lebih dari 6 bulan belum juga terjadi penyambungan maka disebut dengan “NON UNION”.
Hal ini disebabkan oleh :
1. INTERPOSISI dan DISTRAKSI
2. IMMOBILISASI tak ADEKWAT
3. Jaringan lunak non viabel
4. Aliran darah Inadekwat
5. INFEKSI
Ditemui pada tempat fraktur tersebut berupa sendi palsu disebut Pseudo arthrosis


GAMBARAN KLINIS
Anamnesa adanya trauma segala macam jenisnya serta adanya disfungsi, nyeri , memar, pembengkakan dan adanya deformitas dicurigai suatu fraktur. Jangan dilupakan cedera tempat lainnya seperti cedera kepala, thorax, abdomen, serta fraktur pada tempat lainnya. Pemeriksaan fisis jangan dilupakan airway (A), Breathing (B), Circulation (C) serta faktor predisposisi lainnya seperti metastase infeksi tulang dan Paget’s disease. Pemeriksaan lokal harus sistematis.
1. Pemeriksaan teliti tempat cedera
2. Pemeriksaaan kerusakan arteri dan saraf
3. Evaluasi cedera pada muskuloskeletal lainnya
4. Evaluasi cedera pada bagian tubuh lainnya.
Tanda lokal yang paling spesiik adalah : “ ABNORMAL MOVEMENT” artinya tempat yang bergerak bukan pada sendi, tapi pada tempat fraktur.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. X ray
Untuk menentukan tempat serta konfigurasi fraktur diperlukan pemeriksaan ini, ingat dengan RULE OF TWO :
a. TWO VIEWS
b. TWO JOINTS
c. TWO LIMBS
d. TWO INJURIES
e. TWO OCCASIONS
2. PEMERIKSAAN KHUSUS
Adakalanya diperlukan pada saat tertentu seperti :
- TOMOGRAPHY
Dilakukan pada fraktur tulang belakang dan condyle tibia
- CT
Untuk melihat penekanan Medulla spinaslis pada fraktur tulang belakang
- Radio Isotop Scanning
Bila dicurigai stress fraktur dan undisplaced fracture.
Dari pemeriksaan X ray sederhana sudah cukup untuk diagnosa fraktur dan prognosanya. Garis fraktur tranversal biasanya union lambat dan kompresi stabil, garis fraktur spiral cepat union dan kompresi tak stabil. Sedangkan garis fraktur kominutif lambat union dan tak stabil, peranjakan fragmen fraktur tersebut dapat dinilai dengan hasil X ray tersebut.

PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan fraktur menurut Robert Bruce Salter :
1. Jangan merusak
2. Berdasarkan diagnosa yang akurat serta prognosisnya
3. Pilih pengobatan dengan tujuan spesifik
4. Bekerja sama dengan hukum alam
5. Pengobatan realistik dan praktis
6. Pilih pengobatan dengan pertimbangan individu
Penatalaksanaan awal fraktur selalu dipakai prinsip ATLS ( Advanced Trauma Life Support ) artinya SELAMATKAN JIWA PASIEN, baru ditanggulangi frakturnya. Hindari trauma yang terselubung yang fatal, sistematis, tegas, menelusuri tanda, keluhan dan anamnesa serta kerjasama terpadu.

Advanced Trauma Life Support (ATLS ) terdiri dua tahap berupa :
PRIMARY SURVEY
A : Airway + C spine control
B : Breathing + Ventilation supporte
C : Circulation + Hemorrhage control
D : Disability → Evaluasi neorologis untuk menilai tingkat kesadaran secara sederhana dengan metoda AVPU
A : alert (sadar)
V : respons × suara
P : respons × nyeri
U : Unresponsive ( tidak ada respons )
E : Exposure + Environment

SECONDARY SURVEY
Setelah keadaan umum stabil, baru dimulai penatalaksanaan fraktur. Ancaman hidup yang mengancam berupa :
- Tension pneumothorax
- Open pneumothorax
- Flail chest
- Massive hemothorax
- Cardiac tamponade
- Commotio cordis
Satu hal yang paling sering dilupakan atau luput dari pemeriksaan adalah : TRAUMA PELVIS, walaupun telah dilakukan resusitasi, masih dalam keadaan shock, curigai keadaan ini dan lakukan TEST KOMPRESI dan test dekompresi pelvis. Sebab trauma daerah ini perdarahan bisa 2-3 liter.

Dasar penatalaksaan adalah “4 R”

RECOGNITION artinya diagnosa
REDUCTION/REPOSITION : dilakukan kedudukan fragmen fraktur bergeser terhadap alignment.
RETAINING artinya tindakan fiksasi untuk mempertahankan kedudukan
REHABILITATION artinya untuk mengembalikan fungsi dari anggota gerak

FRAKTUR TERTUTUP
Pada fraktur tertutup tindakannya adalah reposisi tertutup dalam pembiusan dan difixasi / imobilisasi berupa traksi dan gips. Operasi baru dilakukan setelah reposisi tertutup gagal.
FRAKTUR TERBUKA
Ada 3 hal yang merupakan kedaruratan atau “emergency” pada trauma Orthopaedi yang memerlukan tindakan segera yaitu :
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup dengan gangguan neurovaskuler
3. Dislokasi
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson
• Grade I : Luka bersih < dari 1 cm (biasanya luka berasal dari fragmen tulang (from within) dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal • Grade II : laserasi atau luka > 1 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang minimal
• Grade III : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,avulsi, trauma pada otot dan nervus
Gustillo membagi menjadi 3
• Grade IIIA : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas tapi dengan jaringan yang masih menutupi tulang yang adekuat
• Grade IIIB : Luka dengan kerusakan jaringan lunak yang luas disertai dengan jaringan penutup tulang yang tidak adekuat (bone expose), devaskularisasi tulang, kontaminasi luka yang luas, biasanya memerlukan skin graft atau skin flap
• Grade IIIC : Luka dengan kerusakan pada neurovaskular

Penatalaksanaan fraktur terbuka :
Golden period dalam tatalaksana fraktur terbuka adalah 6 sampai 7 jam
1. Bersihkan luka
Dengan menggunakan larutan aquades steril atau isotonik salin (NaCl 0,9 %) untuk membersihkan luka dari benda-benda asing yang mungkin terkontaminasi dengan luka. Tekniknya dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan pada luka (pulsating irrigation). Hal ini lebih baik dilakukan daripada memberikan larutan antiseptik yang bisa menyebabkan kerusakan jaringan
2. Antibacterial
Pembeian antibakteri dilakukan sebelum, selama dan sesudah treatment dari fraktur terbuka. Bagaimanapun pemberian antibakteri tidak akan menjamin kemampuannya untuk melawan kuman pada fraktur terbuka, disebabkan oleh ketidakmampuan dari antibakteri untuk mencapai tempat infeksi karena jaringan kehilangan blood supplynya dan banyaknya antibakteri yang dewasa ini mengalami resistensi. Untuk itu diperlukan debridement yang adekuat dan perawatan luka yang maksimal atau dilakukan kultur
3. Antitetanus
Semua pasien fraktur terbuka memerlukan pencegahan terhadap tetanus. Jika pasien sebelumnya telah diimunisasi tetanus toxoid, dapat dilakukan booster toxoid terhadap pasien. Jika tidak ada, atau tidak ada informasi yang adekuat maka imunitas pasif dapat diberikan dengan menggunakan 250 units human tetanus immune globulin
4. Debridement
Adalah membuang jaringan devitalized (jaringan mati) dari tempat fraktur baik itu kulit, subkutis, lemak, fascia, otot, dan ujung tulang. Karena jaringan yang kehilangan supplay darahnya akan mencegah terjadinya penyembuhan luka dan menjadi fokus infeksi. Ada baiknya di kamar operasi juga dilakukan kultur terhadap luka
5. Tatalaksana untuk tulang yang fraktur
Jika luka pada fraktur kecil seperti pada fraktur terbuka grade I maka dapat dilakukan tatalaksana secara tertutup (reposisi dan pemasangan gips ) dengan syarat luka sudah dibersihkan dan didebridement terlebih dahulu. Jika terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas dan posisi dari tulang yang tidak stabil atau disertai dengan trauma vaskular dapat dipertimbangkan untuk ORIF (open reduction internal fixation). Sedangkan pada kerusakan jaringan lunak yang luas disertai dengan fraktur yang komunitif (lebih dari 3 fragmen) dapat dipertimbangkan eksternal fiksasi

Fraktur tertutup dengan Gangguan Neurovaskuler → COMPARTMENT SYNDROME
Perdarahan yang timbul akibat fraktur yang tidak bisa keluar, berada dalam kompartment otot dan menimbulkan pembengkakan sehingga peninggian tekanan intrakompartemen. Tekanan ini menyebabkan gangguan sirkulasi balik dan akhirnya gangguan pada arteri ke arah distal sehingga bagian distal menjadi non vital dan nekrosis. Inilah pentingnya pemeriksaan bagian distal /akral dari fraktur. Hal lain yang dapat mengganggu sirkulasi adalah tertekannya arteri oleh fragmen sehingga terjadi “Ischaemia” dan rasa sakit yang hebat. Dalam hal ganguan arteri, pada “Volkmann’s Ischaemic Contraction” perlu dilakukan eksplorasi dan release untuk memperbaiki sirkulasinya.

DISLOKASI SENDI

Merupakan “emergency” bidang Orthopaedi yang harus reposisi dalam jangka waktu “golden period”. Pembuatan X ray untuk mengetahui apa hanya dislokasi murni atau ada fraktur, jika tercakup keduanya disebut fraktur dislokasi.

JARINGAN LUNAK

Kerusakan jaringan lunak lebih sulit ditegakkan diagnosisnya oleh karena pencitraan tidak dapat terlihat dengan baik, di daerah persendian mungkin hanya terlihat sebagai pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi, misalnya terjadinya perdarahan intra artikuler. Pemeriksaan diperlukan pembiusan.
Bila kelak terjadi perdarahan sendi maka diagnosis ditegakkan dengan mengaspirasi darah dari sendi sehingga dapat diperkirakan ada atau tidaknya fraktur berdasarkan ditemukannya Fat Bubbles.

KESIMPULAN

Prinsip penatalaksanaan patah tulang /fraktur tak dapat dipisahkan dengan trauma Orthopaedi tidak hanya berarti fraktur akan tetap lebih penting lagi adanya trauma jaringan lunak, yaitu otot, ligamen, kapsul sendi, termasuk sistem neurovaskuler perifer. Gangguan saraf perifer adalah gangguan akibat trauma pada serabut saraf (bukan pada sel saraf ), akan tetapi pada axon-dendrit


DAFTAR PUSTAKA

1. R Vaccaro Alexander, Orthopaedic Knowledge Update, American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2005
2. Baumgaertner MR. Tornetta Paul III, Orthopaedics Update, Orthopaedic Trauma Association. 2002
3. Simon BR, Koenigsknecht SJ, Emergency Orthopaedics 4th edition , 2001
4. Commite Trauma, Advanced Trauma Life Support, American College of Surgeons, 1993
5. Salter Robert B, Fractures, Dislocation and Soft Tissues Injury. Textbook of disorders & Injuries of the Muskuloskeletal System. Asian edition. I Shoin Ltd.-Tokyo pp 411-458
6. Mubarak SJ, Hargens AR, Compartment Syndromes and Volkmann’s Ischaemic Vol III in the series, Saunders Monographs in Clinical Orthopaedics.1981

Pertanyaan :
1. Jelaskan, apa yang dimaksud ‘Rule of Two’ pada pemeriksaan radiologi terhadap fraktur.
2. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan fraktur patologis?
3. Jelaskan, apa saja indikasi untuk dilakukan ’Open Reduction” pada penanganan fraktur?

Tidak ada komentar: